REPUBLIKA.CO.ID, GAZA CITY-- Penguasa Gaza, Hamas, dan Uni Eropa Kamis menyambut baik keputusan Mesir untuk membuka secara permanen perlintasan perbatasan Rafah.
Hamas memuji tindakan tersebut sebagai "keputusan yang berani dan bertanggung jawab sesuai dengan pendapat umum Palestina dan Mesir," kata juru bicara Fawzi Barhum dalam satu pernyataan.
"Kami mengharapkan tindakan itu merupakan satu langkah ke arah pencabutan sepenuhnya blokade terhadap Gaza," katanya, sehari setelah Mesir mengumumkan mereka akan membuka perlintasan tesebut atas dasar permanen untuk menghentikan blokade yang telah diterapkan sejak 2006 itu.
Uni Eropa juga memuji langkah itu dan mengatakan mereka telah berkonsultasi dengan Mesir, Palestina dan Israel mengenai pengembalian tim penasehatnya untuk memgawasi kegiatan di perbatasan tersebut.
Tapi Israel menyampaikan kekhawatiran, dengan Menteri Pertahanan Garis Belakang Matan Vilnai mengatakan pada radio publik bahwa pembukaan perbatasan itu akan menimbulkan "situasi yang sangat problematik".
Langkah Mesir itu menyusul perjanjian persatuan 27 April antara kelompok Hamas dan Fatah yang bersaing, yang ditandatangani di ibu kota Mesir, Kairo.
"Musim semi baru Kairo ini telah membuahkan hasil seperyi pembukaan Rafah dan upaya untuk mengakhiri blokade," kata Nabil Shaath, pejabat senior Fatah dalam kunjungan ke Jalur Gaza.
Tindakan itu, yang akan mulai berlaku Sabtu, memberi Gaza pintu gerbang ke dunia karena Rafah adalah perlintasan satu-satunya yang tidak melewati Israel.
Perlintasan itu akan dibuka selama delapan jam per hari dari pukul 09.00 waktu setempat selain Jumat dan hari libut, dengan seorang pejabat keamanan Mesir memberitahu bahwa pembukaan perlintasan itu hanya untuk orang, bukan untuk lewatnya barang.
Perlintasan Rafah sebagian besar ditutup dari Juni 2006 hingga Juni 2010, ketika Mesir membukanya segera sesudah serangan Israel terhadap armada enam kapal bantuan yang berupaya mencapai Gaza, yang menewaskan sembilan aktivis Turki.
Perselisihan diplomati karena operasi itu telah memaksa Israel untuk melonggarkan embargo terhadap Gaza, meskipun embargo itu masih diberlakukan. Mesir telah secara aktif membantu blokade Israel, yang sering mendatangkan kecaman keras regional karena Mesir terus menutup perbatasan dan membangun tembok di bawah tanah dalam upaya untuk mengekang penyelundupan, yang mereka anggap sebagai risiko keamanan.
Tapi awal tahun ini, protes rakuat di Mesir telah menyebabkan tergulingnya presiden Hosni Mubarak, dengan rezim baru militer ingin meninjau kembali kebijakannya terhadap Gaza.
Meski rezim Mubarak telah melonggarkan cengkeramannya terhadap perlintasan itu pada Juni 2010, Rafah tetap dikontrol dengan ketat, dan hanya orang dengan visa atau paspor asing dapat melintas, di samping mereka yang memmbutuhkan perhatian medis, kata Gisha.
Jumlah yang diberikan oleh LSM itu menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir, rata-rata 19.000 orang sebulan telah menggunakan perlintasan itu -- hanya 47 persen dari jumlah orang yang menggunakannya pada separuh pertama 2006.