REPUBLIKA.CO.ID, Gencatan senjata lemah untuk mengakhiri pertempuran jalanan antara kelompok suku-suku dan pasukan yang setiap terhadap persiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, gagal menghentikn konflik. Situasi tersebut membawa negara kian dekat ke tepi perang sipil.
"Perjanjian gencatan senjata telah berakhir," ujar pejabat pemerintah pada Selasa tanpa memberi detail lebih jauh. Pengumuman itu muncul setelah bentrok satu malam di Sanaa, yang menewaskan banyak orang dan membuat puluhan orang terluka.
Sumber-sumber menyebutkan bahwa serangan peluru-peluru artileri kelas berat terjadi di dekat gedung kementrian dalam negeri dan rumah seorang pemimpin suku kuat, Sadiq al-Amar yang anti Presiden Shaleh.
Mereka mengatakan pasukan yang loyal kepada Saleh mengalami tekanan dari pengunjuk rasa yang meminta presiden berhenti dan mengakhiri 33 tahun kepemimpinan. Pasukan Yemen menembakkan puluhan peluru roket dan rudal ke sebuah gunung dekat rumah al-Ahmar.
Seorang wartawan melaporkan terjadi pertempuran dalam ibu kota dan yang tersengit yang pernah disaksikan sejak lama. "Orang-orang pergi, beberapa rumah terbakar dan pasukan suku-suku mengambil alih sejumlah gedung-gedung pemerintah dan kantor polisi," ujar
Pengunjuk rasa ditembak mati
Sementara, pasukan keamanan dilaporkan menembak mati sedikitnya dua pengunjuk rasa anti pemerintah di Yemen, kota kedua terbesar di Taiz, pada Selasa (31/5) demikian menurut saksi mata.
Mereka berkata pasukan keamanan mencoba mencegah siapa pun berkumpul di dalam kota dan menembaki mereka yang mencoba melakukan itu. Pihak medis mengonfirmasi bahwa dua orang telah terbunuh dalam insiden tersebut.
Kematian Selasa itu terjadi setelah pengunjuk rasa memprotes dan menyebut pasukan keamanan menghalau pendudukan selama empat bulan di Taiz pada Senin (31/5), dan membunuh 21 orang.
Menurut laporan yang diterma oleh PBB, lebih dari 50 pengunjuk rasa telah dibunuh di Taiz sejak Ahad (29/5).
Kantor hak asasi PBB telah nmenerima banyak laporan, yang harus diverifikasi lagi sepenuhnya, bahwa lebih dari 50 orang dibunuh pada Ahad oleh Tentara Yaman, Garda Republik dan elemen lain yang memiliki afiliasi kepada pemerintah," ujar kepala bidang hak asasi PBB, Navy Pillay.
Kekerasan terakhir mengakibatkan lagi kematian dengan 30 korban tewas. Mereka dilaporkan terbunuh oleh serangan udara di Zinjibar, selatan Yaman. Kawasan itu disebut-sebut dikuasi oleh pejuang yang masih terkait dengan Alqaidah.
Serangan udara pada Senin, sepertinya adalah balasan dari pengambilalihan kota oleh 300 pejuang yang diduga terkait Alqaidah dan penyergapan semalam yang membunuh setidaknya 6 tentara Yamani dan melukai puluhan lagi. Para tentara tengah melakukan perjalanan ke selatan wilayah.
"Rakyat sipil menemukan kendaraan militer dan kendaraan lapis baja. Mereka semua dihancurkan dan tubuh enam tentara ditemukan di sisi jalan," kepala redaksi Attariq, koran oposisi utama, Ayman Mohammed Nasser.
Penguasa global juga telah menekan Saleh untuk meneken kesepakatan yang dimediasi negara-negara Teluk Arab, dibawah payung Dewan Kerjasama Teluk (GCC) untuk menyerahkan kekuasaannya.
Di bawah kesepakatan itu, Saleh akan mundur dari tampuk kekuasaan dalam 30 hari dan sebagai imbalan akan memiliki kekebalan dari tuntutan hukuman. Pihak oposisi telah menekan kesepakatan itu, namun Saleh menolak untuk menandatangani.
Ketakutan terhadap Alqaidah
Kesepakatan gencatan senjata awalnya ditujukan memangkas kekacuan lebih luas di Yaman yang menjadi markas pejuang Alqaidah dan tetangga pengeskpor terbesar minyak dunia, Saudi Arabia.
Saleh telah kehilangan dukungan ketika protes terus berlangsung. Sejumlah anggota militer yang membelot telah menyerukan kepada unit-unit tentara lain untuk bergabung dengan mereka menggulingkan Saleh.
Dibawah Saleh, Yemen kini diambang kehancuran keuangan, dengan sekitar 40 persen populasi hidup dengan penghasilan kurang dari 2 dolar (Rp20 ribuan) per hari dan ketiga kalinya menghadapi kelaparan bertahun-tahun.
Paling tidak 320 orang telah tewas dalam pertempuran di Yaman, sejak protes yang menghendaki Saleh mengakhiri kepemimpinannya dimulai empat bulan lalu. Unjuk rasa itu terinspirasi oleh kebangkitan rakyat yang mengakhiri rezim lama di Tunisia dan Mesir.