Kamis 02 Jun 2011 09:26 WIB

Amnesti yang Diumumkan Assad Ditanggapi Skeptis

Bashar Al-Asaad
Foto: AP/Bassem Tellawi
Bashar Al-Asaad

REPUBLIKA.CO.ID,Berbagai reaksi negatif menyambut amnesti umum yang diumumkan Presiden Suriah Bashar al-Assad, Selasa (31/05), menyusul kerasnya kecaman internasional terhadap tindakan represi rejim terhadap aksi protes anti-pemerintah.

 Sudah terlambat, kata Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe, Rabu (01/06). Perubahan arah yang diambil pemerintah Suriah harus lebih jelas dan lebih berambisi daripada sebuah amnesti yang sederhana, tambah Juppe. 

Mengerasnya sikap Prancis terhadap Suriah dimulai pekan lalu oleh Presiden Nicolas Sarkozy, saat menjadi tuan rumah pertemuan G8. Ia mengatakan, Prancis tidak lagi percaya kepada negara itu dan setuju dengan Washington bahwa Assad harus melakukan transisi demokratis secara cepat, atau turun dari panggung kekuasaan. Amerika Serikat mendesak Assad untuk menghentikan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri.

Deklarasi Assad tentang amnesti umum merupakan langkah terbaru dari rangkaian reformasi, termasuk pencabutan Undang-undang Keadaan Darurat yang berumur 48 tahun, dengan tujuan meredam aksi protes. Kelompok oposisi di Suriah tetap skeptis. 

Sulti dibayangkan bahwa ribuan warga Suriah yang disiksa dan ditahan, mendadak dibebaskan semua. Beberapa jam sebelum Presiden Assad mengumumkan amnesti, rejim masih menghadapi aksi protes dengan brutal. Tak ada tanda-tanda bahwa hal itu akan berubah, kata aktivis HAM

Para aktivis HAM mengatakan, sedikitnya 1.000 orang tewas dan lebih dari 10.000 ditahan di Suriah, sejak dimulainya gerakan protes menentang rejim Assad 10 pekan lalu. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton menyatakan kekuatiran pekan ini menyangkut laporan penyiksaan terhadap seorang anak lelaki berusia 13 tahun.

Hamza Ali al-Khateeb menghilang setelah terpisah dari ayahnya dalam demonstrasi di kota Daraa, 29 April. Ia dikembalikan kepada keluarganya pekan lalu, dalam keadaan tak bernyawa. Para aktivis mengatakan, Hamza tewas setelah disiksa di tahanan, oleh tentara pemerintah di Daraa. 

Rekaman video yang tersebar luas di internet menunjukkan wajahnya yang lebam, leher patah dan luka tembakan peluru yang menembus batang tubuh. Menurut televisi pemerintah Suriah, hari Selasa (31/05), Menteri Dalam Negeri Muhammad al-Shaar sudah menggelar investigasi terhadap tewasnya Hamza.

Human Rights Watch mengatakan, Rabu (01/06)), pembunuhan dan penyiksaan oleh tentara Suriah di kota Daraa selama dua bulan terakhir dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Organisasi hak asasi inernasional yang bermarkas di New York tersebut mengatakan, lebih dari 50 wawancara dengan korban dan saksi mata mengindikasikan pembunuhan secara sistematis, pemukulan, penyiksaan menggunakan alat kejut listrik, dan penahanan terhadap orang-orang yang membutuhkan perawatan medis. HRW menandaskan, sifat dan skala penyiksaan memberi kesan kuat bahwa dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sementara itu, para aktivis oposisi Suriah, yang sebagian besar tinggal di laur negeri, Kamis (02/06) memulai konferensi tiga hari di Turki. Lebih dari 300 pembangkang, mewakili berbagai kelompok oposisi dan etnik, akan membahas perubahan rejim dan peta transisi demokratis yang damai bagi Suriah.

sumber : dw-world
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement