Sabtu 11 Jun 2011 21:32 WIB

Respon NATO, Pasukan Qaddafi Menyerang Balik, 31 Pemberontak di Misrata Tewas

Milisi oposisi tengah berkendara di salah satu sudut kota Misrata.
Foto: AP
Milisi oposisi tengah berkendara di salah satu sudut kota Misrata.

REPUBLIKA.CO.ID, Moammar Qaddafi meningkatkan serangan terhadap NATO, sebagai respon serangan udara helikopter-helikopter Apache dengan menggempur pertahanan oposisi Misrata dengan artileri berat selama dua bulan berturut.

Roket dan peluru mortar menghujani posisi penentang rezim Qaddafi di sekitar desa Dafniya yang telah hancur. Serangan itu mengakibatkan 31 pemberontak tewas, korban tertinggi sejak oposisi mengambil alih kota itu pada pertengahan April.

"Suasana di garis depan seperti neraka," ujar tenaga medis 20 tahun, Feras Mohammad yang menemani seorang pejuang oposisi yang terluka parah di sebuah ambulans

Di garis depan, pepohonan dihujani oleh tembakan konstan granat dan roket. Pasukan Qaddafi meluncurkan serangan infantry yang didukung oleh empat tank yang akhirnya dipukul mundur oleh pejuang oposisi. Mereka berhasil melebarkan kendali di atas teritori yang dikuasai Qaddafi hingga 9 kilometer lebih. "Kami menyergap mereka dan menghancurkan dua tank," ujar seorang pejuang oposisi, Mohammad Khalid.

Helikopter NATO membuat serentetan serangan di basis-basis militer di luar Misrata pada Kamis malam hingga Jumat pagi. Namun ketika pasukan Qaddafi membalas dengan serangan dini hari, pesawat NATO tak terlihat sama sekali. Para pemimpin oposisi berulang kali mengeluh bahwa NATO mengabaikan permintaan mereka untuk serangan udara.

"Tank-tank itu terlihat sasaran empuk NATO, namun saya tidak tahu mengapa mereka tidak mengebom, padahal mereka mudah dilihat," ujar Khalid.

Kegagalan pasukan koalisi untuk menghadang serangan balik cenderung memperkuat kritik terhadap NATO yang tak mampu melindungi oposisi. Hingga kini NATO menolak permintaan pemberontak untuk memiliki senjata sendiri.

Para pejabat yang terlibat dalam operasi NATO menukas frustasi di lapangan menunjukkan ketegangan antara apa yang diinginkan pemberontak dan mandat yang diberikan PBB. "Koalisi NATO di Libya adalah untuk melindungi rakyat Sipil. Oposisi telah menunjukkan bahwa mereka pejuang pemberani, namun kami di sana bukan sebagai pasukan udara mereka," ujarnya seorang pejabat.

Para pejabat mengatakan mereka prihatin dengan situasi di mana rakyat sipil terjebak antara pertempuran antara oposisi dan pasukan Qaddafi. Kondisi ini kian menyoroti kecemasan akibat ketiadaan koordinasi antara pemberontak dan pemimpin NATO terutama terkait tanggung jawab menyetujui adanya serangan udara.

sumber : Al Jazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement