Kamis 16 Jun 2011 17:11 WIB

Menolak Cukur Kumis Karena Alasan Medis, Seorang Pelajar Dikeluarkan dari Sekolah

Marc Grey
Foto: www.metro.co.uk
Marc Grey

REPUBLIKA.CO.ID,NORTHUMBERLAND - Seorang siswa berusia 13 tahun dilarang oleh general practitioner (ahli medis untuk penyakit kronis) untuk tidak mencukur kumisnya. Imbasnya adalah kumis anak itu tumbuh semakin lebat sehingga dia akhirnya dikeluarkan karena sekolah melarang muridnya berkumis.

Marc Grey, nama anak tersebut, memiliki kondisi kulit yang membuatnya tidak boleh mencukur rambut termasuk kumisnya. Karena alasan medis tersebut, Marc akhirnya memutuskan untuk memelihara kumisnya. Tapi, sekolah mengeluarkannya karena dia menolak untuk mengcukur habis kumisnya.

Peter, ayah Marc Grey, mengajukan banding atas keputusan sekolah yang telah mengeluarkan anaknya. Dia menilai keputusan sekolah itu gila dan menggelikan. Bahkan, doktor menilai keputusan sekolah sangat lucu karena bersikeras menolak alasan medis mengapa Marc dilarang mencukur kumisnya.

Kasus ini berawal pada Maret lalu ketika Peter bersama istri Mandy dan Ryan (15/kakak Marc Grey) menanyakan apakah mereka diperbolehkan mencukur. Mereka menjelaskan kepada Akademi Bede di Blyth, Northumberland, bahwa Ryan mengidap Pseudofolliculitis. Sebuah kelainan yang biasa dikenal dengan sebutan 'gatal tukang cukur' (barber's itch).

Ryan dianjurkan untuk tidak mencukur kumisnya. Mereka sepakat bahwa Ryan hanya boleh mencukur setiap pekan, tapi dia melanggar aturan tersebut sehingga mendapat masalah besar.

Sama seperti Ryan, Marc juga mengidap Pseudofolliculitis karena penyakit tersebut merupakan penyakit keturunan. Sebelum Marc dikeluarkan pada 7 Desember lalu, kedua kakaknya yakni Ryan dan Scott (17) sudah lebih dulu dipindahkan karena alasan serupa. Pihak sekolah tidak menerima muridnya berkumis.

Ketiganya kini pindah ke Blyth Community College dan Ombudsman Pendidikan mempertimbangkan kasusnya. "Akademi ini memiliki harapan tinggi tentang perilaku siswa, seragam dan sikap mereka. Kebijakan ini terbilang cukup adil,'' kata prinsipal akademi Gwyneth Evans.

sumber : www.mirror.co.uk
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement