REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Dewan Keamanan PBB Jumat memisahkan daftar sanksi PBB untuk tokoh-tokoh Taliban dan Al Qaida menjadi dua. Hal ini dilakukan kemungkinan untuk membantu mendorong Taliban ke pembicaraan perjanjian damai di Afghanistan.
Tindakan itu terjadi ketika Washington bersiap untuk mulai menarik 97.000 tentaranya di Afghanistan bulan depan sebagai bagian dari proses untuk menyerahkan semua operasi tempur terhadap gerilyawan Taliban pada pasukan keamanan Afghanistan 2014.
Perincian mengenai daftar sanksi yang telah dibagi itu dimuat dalam dua resolusi yang dirancang AS, yang ke 15 anggota Dewan Keamanan telah sahkan secara bulat. Satu resolusi menetapkan daftar hitam Taliban dan resolusi lainnya daftar hitam Al Qaida tentang orang-orang yang menghadapi larangan perjalanan dan pembekuan aset.
"AS yakin bahwa rezim sanksi baru itu bagi Afganistan akan berfungsi sebagai alat penting untuk mendorong rekonsiliasi, sementara mengucilkan ekstremis," kata Dubes AS untuk PBB Susan Rice dalam sebuah pernyataan.
Ia mengatakan tindakan itu mengirim "pesan jelas pada Taliban bahwa ada masa depan bagi mereka yang memisahkan diri dari Al Qaida, meninggalkan kekerasan dan tunduk pada konstitusi Afghanistan."
Taliban Afghanistan, yang memerintah negara itu sebelum diusir dari kekuasaan oleh pasukan dukungan AS pada 2001, telah menampung pemimpin Al Qaida Osama bin Laden ketika melancarkan serangan 11 September di AS. Memisahkan kedua gerakan itu telah lama menjadi keinginan Barat.
Resolusi Al Qaida memperkuat kekuasaan ombudsman, yang menangani keluhan-keluhan orang-orang yang mengatakan mereka mestinya tidak ada dalam daftar itu. Daftar sanksi Al Qaida itu telah dikritik oleh para penasehat hak asasi manusia, yang menyatakan terbukti sebenarnya tak mungkin untuk mengeluarkan (orang) dari daftar itu.
Dubes Jerman Peter Wittig mengatakan pada wartawan, ombudsman sekarang akan memiliki kekuasaan untuk merekomendasikan pencabutan orang dari daftar hitam PBB itu dan anggota-anggota dewan harus mengetujui dengan suara bulat untuk menolak rekomendasi itu.
Wittig, yang memimpin komisi sanksi Taliban/Al Qaida, melukiskan perubahan itu sebagai "lagkah besar ke arah prosedur yang jelas dan adil".
Mengenai daftar hitam Taliban, Wittig mengatakan pemerintah Afghanistan akan harus mengkonsultasikan semua masalah mengenai daftar itu, yang akan memberi mereka "kepemilikan tambahan" pada prosesnya.