Kamis 23 Jun 2011 08:31 WIB

Sudan Tangkap Enam Staf PBB

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tentara Sudan telah menangkap enam staf PBB asal Sudan Selatan ketika mereka dipindahkan dari negara bagian Kordofan Selatan di Sudan Utara, Rabu, kata badan dunia itu, yang dengan cepat mengkritik tindakan tersebut.

Penangkapan itu terjadi di tengah pertempuran besar di negara bagian perbatasan yang terbagi menurut etnik, tempat konflik antara pasukan pemerintah dan milisi yang bersekutu dengan Sudan Selatan telah mengancam akan menterpedo perjanjian damai 2005 yang merencanakan akan memberikan kemerdekaan pada selatan 9 Juli.

Keenam orang itu ditahan di bandara di ibukota negara bagian tersebut, Kadugli, di antara 23 staf PBB Sudan yang akan diterbangkan ke kota Wau di selatan sebagai bagian dari rencana relokasi Misi PBB di Sudan (UNMIS) yang terkepung.

"UNMIS mengecam dengan keras penangkapan sewenang-wenang oleh SAF (Pasukan Bersenjata Sudan atau militer Sudan utara) atas enam staf nasional PBB yang akan berangkat dari bandara Kadugli ke Wau," kata juru bicara UNMIS Kauider Zerrouk pada AFP.

"Menurut SOFA (Perjanjian Status Kekuatan) dan perjanjian lainnya, UNMIS minta pembebasan segera staf PBB itu, sambil menunggu penyampaian oleh pemerintah pada misi ini bukti aktivitas tidak sah seperti dinyatakan oleh SAF," ia menambahkan.

"Pihak-pihak yang berkonflik itu harus menjunjung tinggi komitmen mereka untuk melindungi warga sipil dan menjamin kebebasan gerakan semua staf PBB, tak peduli asal, etnik atau afiliasi politik mereka."

Sebelumnya pada Rabu, Presiden AS Barack Obama telah menyerukan gencatan senjata segera di Kardofan Selatan, tempat ia melukiskan situasinya sebagai "menakutkan".

Beberapa pemimpin gereja dan aktivis Sudan menuduh serangan militer utara itu merupakan bagian dari kebijakan pembersihan etnis oleh pemerintah, yang ditujukan pada masyarakat pribumi Nuba di negara bagian itu yang berperang bersama SPLA dalam perang saudara 1983-2005.

Khartoum dengan keras menolak tuduhan itu dan bersikeras mereka hanya melindungi warga sipil di Kardofan Selatan, negara bagian penghasil minyak satu-satunya Utara.

Konflik itu, yang telah menelantarkan lebih dari 70.000 orang, adalah yang kedua di perbatasan utara-selatan menjelang kemerdekaan selatan.

Pada 21 Mei lalu, tentara utara menduduki distrik Abyei yang diperebutkan, yang memiliki status khusus menurut perjanjian damai 2005, mendorong sekitar 113.000 orang melarikan diri ke selatan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement