Rabu 29 Jun 2011 14:08 WIB

Israel: Iran, Suriah, dan Hizbullah Harus Dihancurkan dengan Cara Moderat

Wakil Perdana Menteri Israel, Dan Meridor
Wakil Perdana Menteri Israel, Dan Meridor

REPUBLIKA.CO.ID, Wakil Perdana Menteri Israel, Dan Meridor menyatakan, pemberantasan gerakan muqawama di kawasan merupakan kebijakan kolektif rezim Zionis dan Arab Saudi, seraya menekankan bahwa Iran, Suriah, dan Hizbullah, harus dikalahkan dengan kebijakan-kebijakan moderat.

Farsnews melaporkan, Meridor menurut rencana akan berkunjung ke Paris Rabu (29/6) atas undangan Kelompok Persahabatan Perancis-Israel di Senat dan Parlemen Perancis. Dalam wawancaranya dengan koran Figaro, Meridor ditanya soal kekhawatiran Israel terhadap kebangkitan rakyat di negara-negara Arab.

Dikatakannya, "Revolusi Arab menuai kekhawatiran dan harapan di Israel. Kami mengetahui dengan baik bagaimana revolusi-revolusi tersebut dimulai, namun hingga kini kami tidak tahu bagaimana akan berakhir."

Menurut Meridor, di antara revolusi Arab, revolusi Mesir adalah yang paling menarik, karena revolusi tersebut tanpa kekerasan yang menyerukan slogan anti-Barat dan tidak dikoordinasi oleh lembaga politik apapun. Revolusi Mesir adalah revolusi yang sepenuhnya dilakukan oleh rakyat.

Pelaksana revolusi itu adalah warga sipil. Pejabat Tel Aviv itu mengklaim bahwa bagi Israel revolusi Mesir memberikan angin harapan baru karena selama ini Israel belum menyaksikan demokrasi di dunia Arab.

Terkait masa depan hubungan Israel dengan Mesir, Meridor mengatakan, "hubungan kami dengan Mesir tetap berlanjut berdasarkan kesepakatan damai 1979 dan akan sangat penting bahwa kesepakatan tersebut tetap terjaga. Selain itu, akan sangat menguntungkan Mesir jika kesepakatan itu berlaku. Jika revolusi Mesir berakhir dengan baik, maka negara ini akan menjadi teladan di kawasan."

Di bagian lain, Meridor ditanya soal upaya pemerintah Otorita Ramallah, untuk menggalang dukungan atas deklarasi kemerdekaan Palestina pada sidang Majelis Umum PBB yang akan berlangsung September mendatang.

Meridor mengatakan, "Tidak ada pihak yang dapat menggapai tujuan dengan bertindak secara lancang. Palestina telah memilih tidak berunding dan menekan Israel di PBB. Akan tetapi seandainya PBB pun mengakui kemerdekaan Palestina, maka faktanya tidak akan berubah. PBB tidak dapat mengambil keputusan sendirian. Perilisan sebuah resolusi tidak akan mengubah fakta tentang keberadaan orang-orang Yahudi yang tinggal di luar perbatasan tahun 1967."

Tanpa menyinggung berbagai pelanggaran rezim Zonis dalam proses perundingan yang pernah digelar hingga saat ini, Meridor mengklaim, "Kami siap berunding dan berdialog. Pendekatan hubungan antara Organisasi Pembabasan Palestina (PLO) dan gerakan muqawama Hamas, merupakan keputusan tragis."

Pejabat Israel itu juga menyinggung program nuklir Republik Islam Iran, diklaimnya bahwa revolusi Arab dan tragedi Fukushima sedikit mengurangi fokus Tehran dalam program nuklirnya.

"Jika Iran memproduksi bom atom, maka berarti bahwa Traktat Non-Proliferasi Nuklir akan berakhir dan akan muncul instabilitas di seluruh dunia. Saya yakin, jika embargo diberlakukan dengan tegas, maka kita akan mampu mencegah Iran melanjutkan programnya," tegas Meridor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement