REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN - Negara industri terbesar keempat di dunia, Jerman, memutuskan untuk menggunakan sumber energi terbarukan. Keputusan itu dinilai akan meletakkan beban masif terhdap pengembangan infrastruktur di kekuatan ekonomi terbesar Eropa.
Sementara negara-negara tetangganya, termasuk Inggris dan Prancis, berencana membangun lebih banyak reaktor nuklir, Jerman memilih meningkatkan tenaga angin dan surya untuk penerangan. Kebijakan itu mereka targetkan agar sejalan dengan perubahan iklim.
Keputusan menolak pengembangan energi nuklir lebih lanjut muncul setelah bencana di PLTN Fukushima, Jepang dan sejumlah unjuk rasa di jalanan yang menentang nuklir.
Kanselor Jerman, Angela Merkel, dipaksa untuk menolak nuklir, setelah sebelumnya sempat mengatakan bahwa teknologi itu cukup aman. Sikap itu dilakukannya demi menjaga dukungan publik dan politik.
Terlepas dari fakta bahwa Jerman mendapat 23 persen pasokan energi nasional dari 17 reaktor nuklirnya, dimana sembilan kini beroperasi dalam kapasitas penuh, ia mengklaim bahwa angin dan energi surya bisa memenuhi kebutuhan yang kian mendesak.
"Ini lebih dari sekedar konsensus untuk keluar dari nuklir, ini adalah konsensus untuk berganti ke sumber energi terbarukan," ujarnya.
"Kita ingin tetap menjadi negara industri dengan pertumbuhan berkelanjutan. Tapi kita juga ingin mengorganisasi pertumbuhan itu dan menjamin kehidupan generasi selanjutnya tetap berkualitas tinggi."
Namun industri marah dengan perubahan hati Merkel. Industri mengklaim pergantian sumber energi hanya akan meningkatkan ongkos energi di penjuru Eropa karena tuntutan dari gas dan energi terbarukan yang telah ada
Dalam sektor manufaktur tertentu, sumber kesejahteraan Jerman dan status telah memperingatkan bahwa keputusan itu akan meningkatkan ongkos energi dan dapat mengakibatkan kekurangan pasokan listrik.