Sabtu 02 Jul 2011 08:30 WIB

Mahmoud Abbas, Karpet Merah dan Kritik di Belanda

Mahmoud Abbas-Ratu Beatrix
Foto: AP
Mahmoud Abbas-Ratu Beatrix

REPUBLIKA.CO.ID,Selama kunjungan kenegaraan, yang berlangsung tiga hari, Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, di Belanda mendapat sambutan penghormatan penuh.

Kamis lalu, Ratu Beatrix menerima Presiden Mahmoud Abbas di Istana Perdamaian, Den Haag. Sementara Perdana Menteri Mark Rute menerimanya di tempat kediaman resmi. Wakil-wakil Majelis Rendah dan Majelis Tinggi Belanda juga menggelar karpet merah baginya. 

Ia juga diundang untuk berpidato di muka sidang gabungan dua majelis tersebut. Dan itu semua, untuk menghormati seorang pria yang sejatinya, bukan benar-benar kepala negara. Ia bahkan hanya mewakili separuh wilayah, yang menjadi otoritasnya.

Dari sudut pandang sang tamu, Mahmoud Abbas saat itu sedang mengunjungi salah satu sekutu paling setia Israel. Dan pemerintah Belanda saat ini ingin mempererat hubungan dengan Israel.

Anggota PBB

Saat ini Presiden Mahmoud Abbas sedang melakukan kunjungan keliling, untuk menggalang dukungan, bagi usulnya ke PBB, mengakui Palestina sebagai negara anggota penuh. Sejauh ini, 117 negara telah menyatakan dukungan mereka. Namun, dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Uri Rosenthal telah menyatakan tegas, Belanda menentang gagasan tersebut. Jadi, apa sebenarnya yang bisa dilakukan oleh Mahmoud Abbas di Belanda?

"Pertama-tama, kami tahu bahwa pemerintah Belanda adalah sahabat Israel. Bagi kami, itu bukan masalah. Karena, jika mereka merupakan sahabat Israel, dan sekaligus, juga bersahabat dengan kami, mereka bisa memainkan peran produktif. Itu bukan berarti, mereka dalam segala hal harus sependapat dengan kami. Paling tidak, kami mencoba menjelaskan posisi kami."

Sementara itu, Belanda juga membantu bangsa Palestina. Pemerintah Belanda menempatkan perwakilan di Wilayah Palestina. Setiap tahun menyediakan dana bantuan sebanyak 50 juta euro. Walaupun pemerintah Belanda di Den Haag akan memotong bantuan bagi berbagai negara lain, dana bagi Otoritas Palestina akan tetap disediakan.

Oposisi

Namun, di Belanda banyak juga kalangan yang tidak senang dengan kunjungan ini. Dua partai memboikot upacara penyambutan resmi: sebuah partai kecil, partai kristen orthodoks, SGP, dan partai anti islam PVV, pimpinan Geert Wilders.

Pada saat para anggota parlemen lainnya berdialog dengan tokoh Palestina ini, Elbert Dijkgraaf, anggota parlemen dari partai SGP, ikut berdemontrasi menentang kunjungan tokoh Palestina ini. Sementara Geert Wilders mengingatkan pada isi tesis doktoral Mahmoud Abbas, yang ia tulis di Universitas Patrice Lumumba di Moskow, pada tahun 1984. Dalam tulisan tersebut, Mahmoud Abbas menyangkal adanya Holocaust.

Satu anggota parlemen lain, Joel Voordewind, dari partai Uni Kristen, walaupun masih merasa ragu, tapi memutuskan tidak menentang kunjungan. Ia hadir dalam acara dialog, dan ternyata merasa kecewa. Ia menilai, Mahmoud Abbas berusaha mengelak menjawab beberapa pertanyaannya.

"Saya kira, ia tipikal pemimpin Arab, yang selalu bermuka dua. Mereka bisa bersikap bersahabat pada orang Barat. Tapi, pada sesama orang Arab, mereka bisa bersikap sangat militan."

Diskusi terbuka

Anggota-anggota parlemen lain yang ikut serta dalam pertemuan itu, punya kesan berbeda. Frans Timmermans, anggota parlemen dari partai buruh PvdA menilai diskusi berlangsung terbuka dan terus terang. Ia berpendapat, Presiden Palestina mestinya tidak perlu selalu menekankan komitmennya terhadap proses perdamaian.

"Saya kira dia sangat jelas dalam semua isu dan saya bosan dan capek dengan propaganda serta cerita-cerita omong kosong tentang apa yang Mahmoud Abbas pernah katakan atau tidak pernah ia katakan."

Frans Timmermans mengatakan, Presiden Mahmoud Abbas dengan cekatan menjawab pertanyaan tentang tuduhan mendukung teroris. Ia mengaku, bahwa kedua belah pihak dulu adalah organisasi teroris. Israel menempuh cara teroris untuk mendirikan negaranya.  Palestina juga demikian, tandas Abbas. Namun ia menambahkan: "Sekarang itu sudah kami tinggalkan. Kami sekarang berada di tahap berbeda."

Kebijakan Resmi

Menlu Uri Rosenthal, yang tidak menyembunyikan kecenderungannya mendukung Israel, juga puas dengan pertemuan itu. Pemerintah Belanda mau tetap ikut giat di Wilayah Palestina, walaupun tidak mendukung berdirinya negara Palestina. Tapi, misalnya, Menteri Uri Rosenthal melihat, bantuan pembangunan Belanda tidak disalahgunakan.

"Dengan senang hati saya mengatakan bahwa tidak ada bantuan Belanda atau Uni Eropa yang nyasar ke Hamas. Saya katakan terus terang, bahwa saya memonitor ini dengan ketat, karena Presiden Mahmoud Abbas jelas menyadari posisinya,"

Walhasil, Belanda tetap mau terlibat di Palestina. Dan bagi pihak Palestina, sangat bermanfaat untuk mendengarkan pendapat sebuah negara yang merupakan teman terbaik Israel di Eropa.

sumber : RNW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement