REPUBLIKA.CO.ID, BENGHAZI, LIBYA - Pasukan pemberontak Libya bertanggung jawab atas perampokan, pembakaran dan penganiayaan terhadap warga sipil dalam gerakan maju mereka ke arah Tripoli, kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menuduh, Rabu (13/7).
Kelompok itu mengatakan mereka telah "menyaksikan tindakan-tindakan tersebut, mewawancarai beberapa saksi bagi yang lain, dan telah membicarakan dengan seorang komandan pemberontak mengenai perlakuan kejam itu". Pelanggaran itu terjadi pada bulan Juni dan Juli -- selambat-lambatnya pekan lalu -- ketika pasukan pemberontak mendesak melalui Gunung Nafusa, ke bagian selatan Tripoli, kata pernyataan tersebut.
"Di empat kota yang direbut oleh pemberontak di Gunung Nafusa dalam sebulan terakhir, para petempur pemberontak dan pendukung mereka telah merusak bangunan, membakar beberapa rumah dan toko, serta memukuli sejumlah orang yang diduga mendukung pasukan Gaddafi," kata HRW.
Tuduhan kelompok HAM itu mengancam akan merusak citra pemberontak yang telah dijaga dengan hati-hati sebagai pejuang hak asasi manusia di negara yang telah diperintah oleh Muamar Gaddafi dengan tangan besi selama hampir 42 tahun.
Pengungkapan tentang pelanggaran hak asasi manusia itu dapat juga menimbulkan masalah sulit pada negara-negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang telah memberikan bantuan militer pada pemberontak Libya sebagai bagian dari misi yang diberi mandat PBB untuk melindungi warga sipil Libya.
Prancis pada awal bulan ini mengakui telah menjatuhkan senjata dari udara pada pemberontak di Gunung Nafusa, yang telah menimbulkan kegusaran pada Rusia dan negara lainnya yang mengkritik operasi NATO. "Pemerintah pemberontak memiliki tugas untuk melindungi warga sipil dan properti mereka, khususnya rumah sakit, dan mendisiplinkan setiap orang yang bertanggung jawab atas perampokan atau kekejaman lainnya," kata Joe Stork dari organisasi itu.