REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah China menyerukan dunia agar mengakui upaya yang dilakukan oleh Sudan dalam mewujudkan perdamaian di wilayah selatan, yang kini menjadi negara merdeka, dan menormalisasi hubungan dengan Khartoum.
Sudan menghadapi embargo dagang AS, dan pemimpinnya—Presiden Omar Hassan Al-Bashir—menghadapi tuntutan dari Pengadilan Pidana Internasional (ICC) sehubungan dengan tuduhan kejahatan perang yang berpangkal dari pertempuran yang berlangsung lama di wilayah Darfur, Sudan barat.
Namun Beijing telah mempertahankan hubungan erat di bidang perdagangan, energi dan militer dengan Khartoum, dan pada Juni menerima kedatangan Al-Bashir. "Pemerintah Sudan telah memperlihatkan itikad politik guna mendorong proses perdamaian utara-selatan, dan telah melakukan upaya sangat besar sehubungan dengan itu," kata Wakil Utusan China di PBB, Wang Min, sebagaimana dikutip Xinhua.
Wang menyeru masyarakat internasional agar sepenuhnya menormalisasi hubungan dengan Sudan sesegera mungkin. Sehingga rakyat Sudan dapat menikmati perdamaian, kedaulatan dan pembangunan sesegera mungkin.
Wang mengeluarkan komentar tersebut dalam perdebatan di PBB, Rabu (13/7). Dalam proses itu, Dewan Keamanan (DK) PBB menyarankan agar Sudan Selatan diakui sebagai anggota PBB.
Meskipun China mengandalkan Sudan sebagai sumber terbesar keenam impor minyaknya pada 2010, Beijing memiliki keinginan untuk membina hubungan dengan para pemimpin Sudan Selatan, yang menjadi negara terbaru di dunia akhir pekan lalu, Sabtu (9/7).
Wang juga mendesak kedua negara Afrika tersebut untuk menyelesaikan masalah yang masih ada di antara mereka melalui dialog damai, dan menyeru negara lain agar membantu Sudan Selatan. "Kami menyeru masyarakat internasional agar terus memberi dukungan bagi kestabilan politik Sudan Selatan dan bantuan praktis bagi pembangunan serta kepulihan ekonomi Sudan Selatan," tambah Wang.