REPUBLIKA.CO.ID, GAZA CITY - Militer Israel mengonfirmasi telah melakukan serangan udara di daerah yang dianggap kantong Hamas di Gaza. Serangan itu adalah kali kelima dalam enam hari.
Dua gerilyawan Palestina terluka dalam serangan yang dilakukan di selatan Gaza, Senin pagi, kata petugas medis beberapa hari setelah kerusuhan di wilayah itu.
Para petugas medis Palestina pada Ahad melaporkan serangan udara lain, yang melukai tujuh orang. Tetapi militer Israel membantah laporan itu.
"Angkatan udara Israel melakukan serangan pada sekitar pukul 02:30 (23:30 GMT Minggu) di timur Khan Yunis, melukai dua pejuang Palestina, salah satu dari mereka kritis," kata juru bicara pelayanan darurat Adham Abu Selmiya kepada AFP.
Tidak jelas seberapa parah orang kedua yang terluka akibat serangan udara serdadu Israel itu. Seorang juru bicara militer Israel mengkonfirmasikan serangan itu, mengatakan bahwa angkatan udara telah menargetkan orang-orang Palestina di Gaza selatan "yang bersiap-siap untuk menyerang Israel."
Di tempat lain, penduduk di bagian utara Gaza mengatakan angkatan udara telah menebarkan selebaran di seluruh daerah, memperingatkan orang-orang untuk menghindar dalam jarak 300 meter dari pagar perbatasan.
Serangan itu terjadi setelah hari saling-balas kekerasan, yang dimulai ketika gerilyawan di Gaza menembakkan roket ke Israel selatan pada Selasa malam, mendorong serangan balasan udara yang dilakukan secara terus-menerus sejak saat itu.
Tokoh-tokoh militer Israel menunjukkan bahwa gerilyawan Gaza telah menembakkan 22 roket dan mortir ke Israel selatan sejak 1 Juli.
Peningkatan kekerasan terjadi setelah lebih dari dua bulan relatif tenang setelah merebaknya ketegangan pada April, ketika sebuah rudal anti-tank ditembakkan dari Gaza menghantam sebuah bis sekolah Israel, menewaskan seorang remaja.
Israel menanggapi dengan serangkaian serangan udara yang menewaskan setidaknya 19 warga Palestina, namun pada 10 April penguasa Hamas di Gaza menyatakan kembali ke gencatan senjata yang mengakhiri serangan brutal Israel selama tiga pekan Israel terhadap wilayah itu setelah Tahun Baru 2009.