Senin 25 Jul 2011 13:17 WIB

Norwegia Berkabung Ketika Eropa Dilanda Retorika Xenofobia

Rakyat Norwegia berkumpul di depan Katedral di Oslo dalam rangka berkabung
Foto: Xinhua/Zuma Press
Rakyat Norwegia berkumpul di depan Katedral di Oslo dalam rangka berkabung

REPUBLIKA.CO.ID,  OSLO- Pria asal Norwegia yang mengaku membunuh hampir 100 orang dalam dua serangan pada Jumat, menyebut amukannya memang mengerikan tapi 'diperlukan'.

Pengakuan Anders Behring Breivik dilakukan lewat pengacaranya dan didahului dengan 1.500 halaman tentang pidato xenofobia (kebencian terhadap orang asing) yang ia publikasikan secara online sebelum pembantaian. Kontan pengakuan itu mengejutkan negara kecil Skandivania dan membuat pemerintah di penjuru Eropa terkesima, di mana partai-partai ultra kanan di benua itu mengusung pandangan Anti-Muslim, yang kini mulai berkembang.

Serangan itu, termasuk pengeboman kantor pemerintah di Oslo dan penembakan di kemah pemuda Partai Buruh di pulau terdekat, membuat sedikitnya 93 orang tewas. Otoritas menggambarkan serangan sebagai upaya gila dan maniak sekaligus deklarasi perang terhadap multikulturalisme dan kemajemukan yang dijunjung tinggi di Norwegia dan mayoritas Eropa.

Manifesto Breivik yang menentang 'Islamisasi di Eropa Barat' dianggap efek pantulan sentimen yang menjadi gagasan politik arus besar di Swedia dan Italia. Banyak politisi ternama di Eropa yang memenangkan suara mempengaruhi pandangan dengan argumen bahwa Eropa telah membiarkan terlalu banyak orang asing masuk, terutama Muslim yang dipandang tak menerima nilai-nilai Barat malah hanya menyebabkan kejahatan dan pengangguran.

"Pandangan itu yang memicu ekstremisme Breivik, senitmen yang anda temukan di negara Eropa,: ujar peniliti senior di Lembaga Riset Pertahanan Norwegia," Thomas Hegghamer, di Oslo.

Norwegia, negara relatif kaya dengan penduduk jarang, memiliki sangat sedikit sejarah terkait ekstremisme politik apalagi terorisme. Serangan oleh pria bersenjata yang beraksi sendiri, memunculkan keprihatinan di Eropa bahwa pandangan anti-imigran yang menyapu di benua itu dalam beberapa tahun terakhir ternyata dapat memicu kekerasan secara tiba-tiba tak terduga.

Partai berkuasa di Norwegia, kiri tengah, Partai Buruh yang telah lama berpihak kepada multikulturalisme dan imigrasi, tampaknya menjadi target utama serangan tersebut. Polisi berkata sekitar 86 orang, banyak dari mereka remaja terbunuh pada Jumat siang, ketika perkemahan musim panas pemuda, anak organisasi Partai Buruh digelar.

Saat serangan terjadi, ada sekitar 600 orang di perkemahan di Pulau Utoya, utara Oslo. Penembakan itu diikuti oleh pengeboman kantor pemerintah di ibu kota Norwegia dan membunuh sedikitnya tujuh orang.

Penembakan terjadi lebih dari satu jam sebelum tim SWAT tiba. Polisi terus melakukan pencarian korban dan mengatakan korban tewas dapat meningkat karena masih ada orang hilang di pulau tersebut.

Juru bicara polisi, mengatakan Breivik, 32 tahun, yang memasang bom mobil di pusat kota Oslo, kemudian menuju ke Utoya. Mereka mengatakan ia menggunakan dua senjata, pistol genggam dan senapan otomatis untuk menembak secara acak, sebagian besar adalah remaja selama satu jam.

Pulau dengan danau dan pepohonan selama berdekade selalu menjadi lokasi perkemahan musim panas bagi pemuda kader Partai Buruh, sebuah tempat yang digambarkan Perdana Menteri Norwegia, Stoltenber, "Surga bagi pemudaku,"

Dalam tulisannya yang dipublikasikan di internet, Breivik melihat gerakan pemuda partai serta kampanye mereka untuk merangkut serta pemuda imigran sebagai perwujudan multikultalisme adalah kesalahan besar dan 'meneror politik konservatif'.

Tanpa ada jembatan-jembatan penghubung darat bagi para pekemah untuk melarikandiri, Breivik  memiliki banyak waktu untuk terus berkeliling di antara pepohonan, bebatuan dan  secara metodis memburu korbanya. Saat tembakan dan jeritan berulang kali terdengar di sisi lain pulau, saksi mata menuturkan para remaja terus bersembunyi di balik pepohnan hingga ada seseorang menggunakan pakaian polisi tiba, mengatakan sudah aman untuk keluar. Begitu mereka keluar, ia langsung menembak mereka.

Adrian Pracon, salah satu peserta kemah, 21 tahun yang baru kembali musim panas untuk bekerja di bagian informasi, masih mengingat ia berlari ke arah pohon dan melompat ke air dengan puluhan remaja lain untuk melarikan diri dari daratan. Namun ia pakaiannya terlalu berat dan ia terseret kembali ke daratan, dimana Breivik berada.

"Saya memohon ia untuk tidak menembak saya, dan ia tidak," ujar Pracon dalam wawancara via telepon di rumah sakit dengan Wall Street Journal. "Namun ia masih ingin menembaki orang-orang yang masih di air,"

Setelah itu, tuturnya, Breivek beralih menggunakan tembakan tunggal, mungkin untuk menghemat peluru. "Ia begitu dingin dan sangat konsentrasi saat terus berjalan dan menembaki para remaja yang berlarian," ujar Pracon.

Ketika Breivik kembali satu jam kemudian, di mana Adrian dan sekitar 20 orang lain tergeletak di balik bebatuan di pantai, Adrian berpura-pura mati saat si pembunuh terus menembaki orang-orang disekitarnya. Si penembak sempat membidik ke bahu Mr Pracon, "Tapi saya tak bergerak," ujarnya. Polisi menuturkan ketika mereka menemukan Breivik di pulau, ia menyerah segera dengan entengnya.

Di Norwegia, opini anti-imigran tak begitu banyak digembar-gemborkan. Tak seperti negara Skandinavia lain, seperti Swedia dan Denmark, Norwegia tidak memiliki partai besar beraliran ultra-kanan.

Norwegia yang kaya minyak dengan masyarakat relatif terbuka terlihat langsung dilumpuhkan dengan kekerasan macam tadi. Dengan kekayaan negara lebih dari 550 milyar dolar (Rp4,7 triliunan dan pendapatan perkapita $112,000 (Rp957 jutaan) dan tingkat pengangguran rendah, 3,4 persen, Norwegia adalah salah satu negara terkaya di dunia.

Breivik dulu adalah anggota Partai Progres, beraliran konservatif, partai terbesar kedua setelah Parta Buruh. Partai Progres dikenal keras terhadap imigran, namun masih dianggap kurang bila dibanding partai-partai sayap kanan di negara lain.

Partai Progress, pada Ahad (24), mengutuk pengeboman dan pembantaian di pulau dan menyebutnya sebagai "serangan pengecut yang mengerikan" terhadap prinsip dan nilai-nilai masyarakat Norwegia.

Satu catatan, meski dengan aliran imigran relatif sedikit, keanggotaan Partai Progres bertambah dua kali lipat dan menekan koalisi partai berkuasa di beberapa tahun terakhir untuk memperketat kebijakan imigrasi.

sumber : Wall Street Journal
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement