REPUBLIKA.CO.ID,LONDON - Inggris mengakui dewan pemberontak Libya sebagai satu-satunya pemerintah sah negara itu. Pengakuan tersebut dinyatakan setelah Inggris secara dramatis mengusir seluruh staf Moammar Qaddafi yang tersisa di Kedutaan Besar Libya di London.
Menteri Luar Negeri, William Hague, mengatakan bahwa ia telah meminta kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) mengambil alih kedutaan dan menunjuk seorang utusan resmi. Sekelompok pendukung pemberontak mengibarkan bendera merah, hitam dan hijau oposisi Libya di luar kedutaan. Meski, bendera hijau rejim Qaddafi masih berkibar di bangunan kedutaan itu.
"Perdana menteri dan saya memutuskan bahwa Inggris mengakui dan akan berhubungan dengan Dewan Transisi Nasional sebagai satu-satunya otoritas pemerintahan di Libya," kata Hague pada jumpa pers di London. "Kami meminta Dewan Transisi Nasional menunjuk seorang utusan diplomatik baru Libya untuk mengambil alih kedutaan besar Libya di London."
Dengan keputusan itu, Inggris memanggil kuasa usaha Libya ke kementerian luar negeri pada Kamis (28/7) ini. Hague memberi tahu bahwa diplomat-diplomat lain rejim Qaddafi harus meninggalkan Inggris. "Kami tidak lagi mengakui mereka sebagai perwakilan pemerintah Libya," katanya.
Inggris juga akan membebaskan aset minyak Libya senilai 149 juta dolar yang dibekukan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Hal tersebut agar pemberontak bisa memanfaatkannya.
Sejumlah negara yang telah mengakui NTC sebagai perwakilan sah rakyat Libya. Mereka adalah Turki, Uni Emirat Arab (UAE), Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Gambia, Italia, Yordania, Malta, Qatar, Senegal, Spanyol dan Amerika Serikat.