Senin 15 Aug 2011 08:21 WIB

Pemberontak Libya Gelar Pertemuan di Tunisia

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil dari pemerintah Muamar Gaddafi dan pemberontak Libya mengadakan pembicaraan Ahad malam (14/8) di satu hotel di Tunisia selatan, kata satu sumber yang mengetahui langsung pembicaraan itu.

Namun juru bicara bagi pemerintah Gaddafi membantah bahwa ada pembicaraan mengenai kepergian pemimpin Libya tersebut, dan mengatakan laporan mengenai perundingan semacam itu adalah bagian dari perang media melawan Tripoli.

Belum ada komentar dari tokoh gerilyawan, demikian laporan Reuters, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin. Pembicaraan tersebut diselenggarakan secara tertutup di satu hotel di Pulau Djerba, Tunisia, di dekat perbatasan dengan Libya, kata satu sumber yang tak ingin disebutkan jatidirinya. Ia tak menyebutkan identitas orang yang terlibat dalam perundingan itu.

"Wakil pemberontak dan pemerintah Gaddafi sedang mengadakan pembicaraan sekarang," kata sumber tersebut. Spekulasi bahwa Gaddafi mungkin mengupayakan pembicaraan telah meningkat sejak petempur gerilyawan menerobos kota kecil Zawiyah di sebelah barat ibu kota Libya, Tripoli, pada akhir pekan lalu, sehingga memutus kubu Gaddafi di ibu kota dari jalur pasokannya ke Tunisia.

Konflik Libya meletus enam bulan lalu, ketika ribuan orang yang terilhami oleh aksi perlawanan rakyat di negara tetangganya, Tunisia dan Mesir, memprotes kekuasaan Gaddafi selama 41 tahun.

Pasukan keamanannya meningkatkan penindasan sehingga menewaskan ratusan orang. Petempur gerilyawan, yang didukung pesawat tempur NATO, sejak itu telah berusaha bergerak maju menuju ibu kota Libya, dalam pertempuran yang telah menewaskan ribuan orang lagi.

Gaddafi mengatakan gerilyawan adalah penjahat dan anggota Al-Qaeda, dan telah menggambarkan pemboman NATO sebagai aksi agresi kolonial dengan tujuan mencuri minyak Libya, yang berlimpah.

Di Tripoli, juru bicara pemerintah Moussa Ibrahim menuduh para pemimpin Barat dan media sebagai penyebar desas-desus bahwa pemerintah Gaddafi terlibat dalam pembicaraan mengenai kepergian pemimpin Libya tersebut dari negerinya.

"Informasi ini sama sekali tidak benar dan itu adalah bagian dari perang media melawan kami. Sasaran mereka adalah membuat kami bingung, memecah semangat kami dan mengguncang moral kami," katanya.

"Pemimpin kami ada di sini di Libya, bertempur demi kemerdekaan rakyat kami. Ia takkan meninggalkan Libya," kata Ibrahim.

Libya juga menuduh NATO berencana menyerang Ras Jedir, pos perbatasan dengan Tunisia, untuk membuka jalan bagi gerak maju gerilyawan.

Juru bicara pemerintah Libya, Ahad, menyatakan, "Kami memiliki informasi NATO berencana menggempur secara intensif pos perbatasan Ras Jedir untuk membantu para pemberontak, sejumlah dari mereka berada di dalam perbatasan Tunisia, memasuki daerah Libya."

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement