Selasa 16 Aug 2011 21:08 WIB

Filipina Dibawah Aquino, Muslim Moro Berpeluang Bentuk Negara Merdeka?

Muslim Moro dari Pulau Mindanau selatan yang terusir akibat perang antara MILF-tentara Filipina.
Foto: WORDLBULLETIN.NET
Muslim Moro dari Pulau Mindanau selatan yang terusir akibat perang antara MILF-tentara Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA – Selepas pembicaraan rahasia dengan Presiden Filipina, Benigno Aquino, awal bulan ini, kelompok Muslim terbesar di negara itu, Front Pembebasan Islam Moro (MILF) berpeluang mendirikan negara merdeka di selatan Filipina.

"Peluang itu tergantung pada kehendak politiknya (Presiden Aquino)," kata Mohagher Iqbal, negosiator  perdamaian (MILF), seperti dikutip Muslim.net, Selasa (16/8). Ia mengatakan Aquino memiliki modal berupa kekuatan politik, dan kekuatan itu sangat membantu.

Sebelumnya, Aquino sempat mengadakan pembicaraan selama dua jam dengan pemimpin MILF, Murad Ebrahim, di Tokyo, Jepang, pekan lalu. Pertemuan itu terjadi seminggu menjelang babak baru perundingan perdamaian antara Manila dan MILF di ibukota Malaysia, Kuala Lumpur, 15 Agustus silam.

Aquino, putra pahlawan demokrasi Filipina, Cory Aquino, memenangkan kursi kepresidenan pada 2010, dengan mengusung sebuah kampanye anti korupsi dan mempercepat reformasi ekonomi.  Ia juga mengusahakan penciptaan pakta perdamaian dengan pemberontak Maois di Filipina, sekaligus berharap untuk menempuh kesepakatan dalam paruh pertama jabatannya yang berakhir pada bulan Juni 2016.

Iqbal percaya kesepakatan damai dapat dicapai antara Manila dan MILF dalam waktu dua tahun guna menyelesaikan konflik selama puluhan tahun di selatan.

MILF, kelompok Muslim terbesar negara itu, telah berjuang untuk sebuah negara merdeka di wilayah yang kaya mineral, Mindanao selama tiga dekade. Lebih dari 120.000 orang tewas sejak konflik meletus pada akhir tahun 1960.

"Tidak ada alasan mengapa pemerintah tidak bisa memberikan itu karena kami tidak berniat melepaskan diri dari pemerintah," kata Iqbal.

Manila dan MILF, pada tahun 1996 menandatangani perjanjian perdamaian. Dalam prakteknya, perjanjian itu mengambang lantaran implementasi yang buruk dan tekanan oposisi garis keras di kedua belah pihak.

Diawal, MILF  telah berusaha untuk menghilangkan kekhawatiran Manila akan lahirnya negara merdeka di Selatan negara itu. MILF memastikan itu dalam sebuah editorial yang dimuat Manila Sandar Today. MILF condong mengejar posisi sebagai sub negara dimana mereka memiliki hak untuk membentuk tentara sendiri.

MILF mengatakan opsi sub negara setara fungsinya dengan negara-negara yang tergabung dalam federasi. Dalam bentuk seperti itu, MILF dapat menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan Manila kendati berada dalam satu negara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement