Selasa 23 Aug 2011 15:11 WIB

Dalam Misi Libya, AS Lakukan 1.210 Serangan dalam 5.316 Penerbangan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Militer Amerika Serikat telah melakukan 5.316 penerbangan di Libya sejak operasi serangan udara sekutu yang dinamai "Operation Unified Protector" dimulai. Angka itu merupakan 27 persen dari semua misi NATO, kata Pentagon, Senin (23/8).

AS, yang pada awalnya memimpin serangan udara sebelum menyerahkan kepemimpinan itu pada Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), telah memainkan peran dukungan pada aliansi itu sejak 1 April lalu. Selain serangan sebagian besar menyediakan tanker bahan bakar dan pesawat mata-mata.

Dari 19.877 tembakan NATO, pesawat AS telah melakukan 5.316 penerbangan sejauh ini, dengan hampir 400 tembakan dalam 12 hari terakhir, menurut hitungan yang dikeluarkan oleh departemen pertahanan AS itu.

Pesawat-pesawat AS melakukan 1.210 misi serangan, termasuk 101 serangan dengan pesawat mata-mata Predator, dengan 262 bom atau rudal diluncuncurkan, katanya. Pesawat pengintai tak berawak AS dalam serangan itu termasuk semuanya empat Predator, sejumah helikopter Firescout dan sedikitnya satu Global Hawk, jet pengamatan yang besar.

Pentagon memperkirakan biaya sumbangan AS untuk serangan itu sebesar sekitar 820 juta dolar hingga akhir Juli. "Biaya itu termasuk jumlah dana untuk operasi militer harian, amunisi yang digunakan dalam operasi itu, dan bantuan kemanusiaan," kata Pentagon.

Sampai 19 Agustus, AS telah menjual pada NATO dan para mitranya senilai sekitar 221,9 juta dolar dari amunisi, bagian perbaikan kembali, bahan bakar dan bantuan teknik.

Pemerintah AS juga telah menyisihkan 25 juta dolar bantuan logistik bagi pasukan pemberontak Libya, termasuk pengapalan pasokan medis, sepatu, tenda, seragam dan perlengkapan perlindungan.

Pemberontak Libya Selasa mengatakan mereka telah menguasai sebagian besar Tripoli, ibu kota Libya yang merupakan markas pemerintah Muamar Gaddafi.

Presiden AS Barack Obama juga menyatakan era Gaddafi telah berakhir, meskipun memperingatkan pemberontak bahwa perjuangan mereka belum selesai. Dengan menekankan bahwa masa depan Libya di tangan rakyatnya, ia menyatakan Amerika akan menjadi "teman dan mitra" mereka pada masa depan.

Ia juga menjanjikan bantuan pada negara yang menghadapi masa depan yang belum jelas itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement