REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Rangkaian aksi serangan udara yang dilakukan Israel ke jalur Gaza dalam beberapa waktu terakhir yang telah menewaskan enam orang dan melukai puluhan lainnya dapat mengancam gencatan senjata dengan Hamas.
Dua dari enam warga Palestina tersebut tewas setelah terkena serangan, Kamis (25/8). Aksi serangan itu sebagai balasan setelah serangan roket dan mortir yang ditembakkan sejumlah pejuang Palestina ke wilayah selatan Israel. Insiden itu terjadi setelah Israel terlebih dahulu melakukan serangan udara di Rafah.
Pihak Israel berdalih serangan itu ditujukan ke arah kelompok militan yang dianggap melakukan aksi teror di wilayah Sinai yang menjadi perbatasan Mesir-Israel.
Pimpinan Hamas menuding Israel telah merusak kesepakatan gencatan senjata melalui serangan udara. Karena itu PBB diminta untuk melakukan intervensi. "Israel tidak serius melakukan gencatan senjata. Kami meminta PBB dan masyarakat internasional untuk menghentikan agresi ini," kata Hamas seperti dikutip Al-Jazeera.
Aksi kekerasan di Gaza bermula Kamis pekan lalu ketika sejumlah pria bersenjata muncul dari Gaza, melintasi perbatasan Mesir. Mereka menyerang kendaraan dan bus di selatan Israel yang menewaskan delapan orang. Insiden itu diikuti serangan roket dari Palestina dan udara dari Israel.
Sejumlah media Israel menyebutkan pemerintah telah menempatkan pasukan di wilayah tersebut. Konser musik yang sedianya akan dilakukan di wilayah selatan Ashkelon, terpaksa dibatalkan karena alasan keamanan.
Kekerasan di wilayah perbatasan itu juga telah menewaskan sejumlah polisi Mesir yang menjadi korban baku tembak pasukan Israel dan kelompok militan. Insiden itu telah memicu ketegangan Mesir dan Israel karena Mesir mengancam akan menarik duta besarnya di Tel Aviv. Bahkan kedubes Israel di Mesir juga didatangi para demonstran yang menurunkan bendera Israel dan menggantinya dengan bendera Mesir.