REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Seorang putra Muamar Gaddafi menuding saudaranya --yang nada bicaranya tak mau kendur-- sebagai penyebab kegagalan pembicaraan dengan penguasa baru Libya mengenai salah satu sisa kubu terakhir pasukan yang setia kepada Gaddafi, demikian laporan CNN, Ahad larut malam (4/9).
Saadi Gaddafi mengatakan kepada CNN dalam satu wawancara telefon, bahwa siaran pidato 'agresif' oleh kakaknya, Saif al-Islam Gaddafi, beberapa hari sebelumnya telah mengakibatkan kemacetan dalam perundingan, sehingga melicinkan jalan bagi dilancarkannya serangan.
Kota Bani Walid, di sebelah tenggara ibu kota Libya, Tripoli, adalah salah satu kubu terakhir petempur pro-Gaddafi, tempat satu putra pemimpin Libya yang terdepak itu diduga berada.
Ketika ditanya mengenai lokasinya, Saadi mengatakan ia "berada agak di luar" Bani Walid tapi terus bergerak, demikian laporan CNN. Ia mengatakan ia belum bertemu dengan ayah atau saudaranya selama dua bulan.
Saadi mengatakan ia "bersikap netral tapi tetap siap membantu untuk merundingkan gencatan senjata", kata CNN.
Perundingan bagi penyerahan diri pasukan Muamar Gaddafi di Bani Walid telah gagal dan takkan dilanjutkan, kata seorang pejabat, sehingga membuka jalan bagi serangan militer.
Perundingan melalui penengahan tetua suku dimulai beberapa hari sebelumnya dengan harapan Bani Walid dapat dikuasai gerilyawan tanpa pertumpahan darah. Bani Walid adalah pusat suku tangguh Warfalla, yang merupakan inti pasukan Gaddafi dan diberi posisi politik tinggi di dalam pemerintahannya.
Tapi suku itu telah terpecah apakah akan mendukung gaddafi atau tidak, kata beberapa anggota suku yang telah memihak kepada Dewan Peralihan Nasional (NTC) dan termasuk di antara pasukan NTC yang mengepung kota tersebut.