REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, isu pembentukan negara Palestina berada di tengah-tengah pusaran perubahan politik negara di Timur Tengah. Ia menyatakan, nyaris tidak ada negara di jazirah Arab yang bisa menolak arus utama dukungan terhadap berdirinya negara Palestina merdeka. Sehingga isu tersebut tidak bisa ditahan untuk merealisasikan berdirinya Palestina merdeka dan menjadi anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Karena itu, ia menilai sangat tepat ketika Turki mengambil inisiatif melalui lawatan Perdana Menteri Recep Erdogan, melakukan road show ke Mesir, Tunisia, dan Libya. "Saya kira ini jadi dukungan positif negara-negara Timur Tengah terhadap Palestina," ujar Mahfud di Jakarta, Rabu (14/9).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut yakin Erdogan mampu mengedepankan diplomasi secara tepat dengan pemimpin-pemimpin Arab. Sehingga dukungan perjuangan bagi keanggotaan penuh Palestina di PBB di satu sisi bisa terwujud. Kemudian hak-hak sejarah dan politik Palestina sebagai negara tidak terkebiri seperti yang terjadi sekarang akibat pendudukan Israel.
Adapun untuk syarat dukungan di PBB, Mahfud mengaku belum mengetahui secara detail, termasuk kondisi di internal Palestina sendiri yang berupaya menjadi full membership. Tapi, yang diketahuinya proposal yang akan dibawa Presiden Palestina Mahmoud Abbas belum didasari konsensus secara utuh aspirasi seluruh kelompok politik di dalam negeri. Hamas walaupun tidak secara terang-terangan menolak, lanjut dia, tidak terlalu mendukung.
Hal itu karena dikhawatirkan proposal keanggotaan Palestina ke PBB menjadi bargaining power oleh pihak-pihak tertentu, untuk menekan otoritas dalam penerimaan teritorial garis perbatasan pada 1967. Yang itu jika terwujud, kata Mahfudz, berarti cuma 22 persen dari wilayah historis Palestina. Belum lagi problem lanjutan sebagai ekses persetujuan itu.
Maka dari itu, menurut Mahfud, sebelum Mahmoud Abbas membawa proposal ke PBB, sisa waktu yang ada dilakukan untuk konsolidasi nasional. "Sehingga proposal yang diajukan tersebut merupakan proposal konsensus. Paling tidak dari mayoritas Palestina ikut menyuarakannya," katanya.
Tugas dan peran yang bisa diambil Indonesia, saran dia, mendorng ASEAN dan negara Muslim lainnya untuk mendukung keanggotaan palestina. Apalagi sudah 163 negara menyatakan dukungan berdirinya Palestina. Persoalannya tinggal keianggotaan yang tidak boleh ditawar dengan persoalan teritori Palestina yang belum menemukan kata sepakat antara Hamas dengan Fatah.
Artinya masalah teritori palestina yang belum beres, bisa menjadi alat bargaining untuk menerima keanggotaan. "Kelompok-kelompok Palestina punya komitmen untuk itu. Kalau ini dipaksakan dapat memunculkan friksi yang tajam di internal Palestina yang bisa menamatkan proses perdamaian," ujarnya. Pihaknya memperkirakan Israel dan Amerika Serikat juga punya concern yang sama, Kecuali mereka punya agenda yang bisa ditawar-tawar lagi.