REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan dia akan meminta status kedaulatan penuh bagi negara Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB pekan ini. Meski ia tahu ada AS dan Israel yang akan menghadang langkah Palestina. Berikut bagian/ kedua sejumlah fakta di balik kengototan Mahmoud Abbas dan otoritas Palestina di pentas PBB.
Mengapa Otoritas Palestina mendesak PBB untuk kembali ke situasi garis batas wilayah 1967?
Menurut otoritas, mengambil posisi batas wilayah negara saat Perang 1967 akan memperjelas situasi konflik. Bila demikian, Israel tak lagi bisa menyebut wilayah yang mereka caplok sebagai 'wilayah yang dipersengketakan'. Sebaliknya, Palestina bisa membuat status wilayah tersebut menjadi wilayah yang 'diduduki' Israel.
Selain itu, embel-embel negara bagi Palestina punya keuntungan dari sisi pengadilan perang. Palestina bisa masuk ke dalam keanggotaan International Criminal Court. Dengan demikian, mereka dapat mengajukan gugatan hukum resmi atas aksi Palestina yang memblokade sepihak Jalur Gaza atau aksi pendudukan yang brutal. Israel, tentu saja melihat ini sebagai ancaman. Apalagi mereka masih menyisakan 500 ribu warga Israel di Jerusalem Timur dan Tepi Barat.
Apa konsekuensi praktis dari voting di Dewan Keamanan atau di Majelis Umum PBB?
Sebenarnya, PBB tidak punya kewenangan untuk 'mengakui' Palestina. Melainkan, negara-negara secara individu yang punya kapasitas untuk 'mengakui' negara lain. Lebih dari 120 negara sudah mengakui kedaulatan Palestina sebagai sebuah negara. Meski demikian, pengakuan di level internasional seperti di forum PBB merupakan kemenangan simbolik bagi Palestina. Ini seperti yang dikatakan Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad. Mempertegas bahwa sebuah negara Palestina itu nyata.
Secara praktis, dampak dari voting atas Palestina dalam jangka pendek akan terbatas. Bilaman hasilnya 'iya' di PBB, itu bisa mengakhiri pendudukan Israel atau memberikan Palestina kontrol penuh atas negara dan batas wilayah mereka.
Apa dampak negatifnya bagi Palestina?
Israel bisa memainkan kartu mereka di Pengadilan Kriminal Internasional. Bahwa Palestina terus menerus menyerang permukiman Yahudi dengan misil. Ini akan melibatkan perang hukum dengan Hamas.
Sejumlah kritikus mengingatkan Palestina akan adanya konsekuensi hukum terkait aksi meminta pengakuan di PBB ini. Bahwa aksi ini bisa membahayakan nasib para pengungsi hingga ke keberadaan PLO itu sendiri. Bahwa aksi Palestina ini hanya terbatas bagi warga Palestina yang tinggal di wilayah atau sekitar Palestina. Tidak mencakup warga Palestina yang melarikan diri ke luar negeri atau pindah. Dengan demikian, para warga di luar neger itu bisa dibilang tidak memiliki perwakilan nantinya.
Sejumlah pengamat Israel mengatakan, kegagalan aksi di PBB bisa memicu aksi kekerasan anti-Israel. Bahkan menyulut Intifada gaya baru. Meski pernyataan ini ditepis oleh Otoritas Palestina.
Selain itu, Israel juga bersiap untuk mengambil langkah-langkah darurat terkait aksi di PBB ini. Langkah itu seperti mempersempit ruang gerak pemimpin Palestina untuk berkunjung ke Gaza. Menahan transfer penerimaan pajak yang penting bagi Palestina, bahkan sampai terus menduduki Tepi Barat dan ekspansi lanjutan.
Amerika Serikat tak ketinggalan. Presiden Barack Obama sudah memperingatkan kalau Palestina nekat, AS akan memotong batuan tahunan bagi Otoritas Palestina. Bantuan itu per tahunnya mencapai 450 juta dolar AS.
Memang belum jelas betul apakah ini sekadar gertak sambal atau ancaman betulan. Tapi terkait keuangan, bila benar, itu akan melumpuhkan otoritas Palestina dan memicu instabilitas di seluruh wilayah Palestina.