Kamis 22 Sep 2011 15:58 WIB

Taliban Tetap Bungkam Atas Insiden Pembunuhan Burhanuddin Rabani

Dua warga Afghanistan membawa foto Burhanuddin Rabbani
Foto: Reuters
Dua warga Afghanistan membawa foto Burhanuddin Rabbani

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL - Taliban menolak baik untuk membantah ataupun mengakui bertanggung jawab atas pembunuhan mantan presiden Afghanistan, Burhanuddin Rabbani, di Kabul. Insiden itu kian menenggelamkan negara itu dalam krisis politik mendalam.

Pada hari pertama dari masa berkabung nasional selama tiga hari menyusul pembunuhan Rabbani pada Selasa, jurubicara Taliban mengeluarkan pernyataan dalam situs online yang menolak mendiskusikan insiden atau membantah laporan awal dari Reuters bahwa Taliban bertanggung jawab dalam serangan.

"Terkait isu ini, kami tak bisa mengomentari dan juga menanggapi semua laporan media yang mengklaim bahwa kami bertanggung jawab" ujarnya. "Saat ini kami tidak ingin berbicara."

Keputusan untuk tak mengomentari serangan yang menewaskan Rabbani--dilakukan oleh seseorang yang membawakan diri sebagai pimpinan utusan Taliban dengan peledak tersembunyi di balik turbannya--berlawanan dengan kebisaaan Taliban dalam serangan spektakuler lain di ibu kota. Kerap kali departemen humas Taliban memberi detail kepada media ketika operasi bahkan masih dijalankan.

Para diplomat berspekulasi kemungkinan Mullah Umar dan pemimpin tertinggi di Taliban tidak menyetujui hal itu. Bisa pula mereka menyadari operasi itu dilakukan oleh kelompok yang pecak atau grup yang berafiliasi dengan badan intelijen militer Pakistan ISI, yang memang lama mmemiliki ikatan dengang grup militan tersebut.

Seorang pakar mengenai Taliban dari barat, yang tak mau disebut namanya, mengatakan figur-figur utama dalam gerakan itu mencoba memotong ISI dan melakukan perbincangan langsung dengan pemerintahan Karzai dan AS. Pakistan pun menanggapi gerakan itu dengan tindakan keras untuk memastikan memegang kendali atas negosiasi apa pun.

Ia mengatakan beberapa kali serangan besar di Kabul dalam bulan-bulan terakhir, kemungkinan besar didesain untuk mematahkan kontak-kontak independen Taliban dengan pemerintah. Sedangkan pembunuhan Rabbani bisa jadi ditujukan untuk membuat semua perundingan terhenti beberapa bulan.

"Menutup pintu negosiasi (dengan Rabbani) bukanlah yang mereka inginkan, melainkan dengan semua jenis negosiasi," ujar si sumber anonim. "Mereka lebih suka tak ada pembicaraan ketimbang ada perundingan tapi di luar kendali mereka."

Namun beberapa analis berpikir membunuh Rabbani adalah langkah terlampau jauh, bahkan bagi Taliban. Wahid Mujda, seorang analis politik yang duduk di tingkat menengah dalam organisasi Taliban, mengatakan bahwa Quetta Shura enggan mengklaim pembunuhan terhadap figur pemimpin yang dihormati oleh kalangan besar rakyat Afghan, bahkan juga oleh Tajikistan.

sumber : Guardian/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement