Kamis 22 Sep 2011 17:30 WIB

Opini Masyarakat AS Terpecah Soal Palestina

Rep: Agung Sasongko/ Red: Chairul Akhmad
Presiden Amerika Serikat Barack Obama (kanan) berbincang dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas (kiri) di sela-sela pertemuan di New York, Rabu (21/9).
Foto: AP
Presiden Amerika Serikat Barack Obama (kanan) berbincang dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas (kiri) di sela-sela pertemuan di New York, Rabu (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID, NORTH JERSEY – Pidato Presiden AS, Barrack Obama yang intinya menolak rencana Palestina untuk menjadi anggota PBB membuat opini masyarakat AS terpecah.

Di North Jersey, opini masyarakat terpecah antara skeptis dan kecewa. "Saya tidak peduli apa yang ia (Obama) katakan. Saya pikir itu hal yang merugikan Israel," papar Harold John Comppen, warga North Jersey, seperti dikutip northjersey.com, Kamis (22/9).

Comppen mengaku skeptis dengan motif pidato Obama. "Ia katakan itu untuk menenangkan Israel, karena ia memerlukan mereka. Ia butuh Florida di tahun 2012 (pemilu Presiden AS)," katanya.

Warga North Jersey lain, Stuart Berson, mengatakan pidato Obama merupakan hal cerdas yang pernah dikatakan Obama selama kurun waktu empat tahun terakhir. "Saya pikir warga Tepi Barat harus sadar mereka tinggal di Israel," ujarnya.

Keduanya sepakat, terlalu dini negara Palestina berdiri sebab pemimpin Palestina terlebih dahulu harus mencegah aksi kekerasan terhadap Israel.

Namun warga AS keturunan Palestina menilai masyarakat negeri leluhur mereka membutuhkan jaminan keamanan dari kekerasan dan intimidasi tentara penjajah Israel.

Mereka berharap permohonan Palestina untuk keanggotaan PBB akan membawa Palestina kian dekat untuk menentukan nasib sendiri. "Kami berhak menentukan nasib sendiri," kata Abu Awni Hadba, warga Paterson, yang meninggalkan Tepi Barat pada 1971.

Abu Hadba mengatakan sudah waktunya Palestina untuk melakukan gebrakan, lantaran sekian puluh tahun negosiasi tidak jua membuahkan hasil. Dia juga mengatakan keanggotaan Palestina di PBB tidak akan menjadi hambatan bagi perdamaian. "Kita selalu bisa kembali ke meja perundingan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement