Sabtu 24 Sep 2011 23:29 WIB

Inilah Pandangan dari Neve Ilan, Israel, Terhadap Pidato Abbas

Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEVE ILAN - Duduk sambil menyantap makan malam ringan berupa sup dan roti, keluarga Bakovic berkumpul untuk menonton pidato Mahmoud Abbas di PBB. "Ia pasti sangat gugup," ujar Davor Bakovi mengomentari Abbas. Ia pindah dari Yugoslavia ke Israel pada 1970-an

Davor dan istrinya Grania--seperti 60 persen Yahudi Israel lain--meyakini bahwa Palestina harus memiliki negara mereka sendiri. Tapi mereka mengaku tak bisa diyakinkan dengan keputusan Abbas untuk mengajukan hak itu lewat PBB. "Tentu anda butuh negosiasi. Anda tak bisa memaksa seseorang (memberi anda sebuah negara)," kata Davor.

Namun ketika Abbas menyinggung isu permukiman Yahudi, ada anggukan setuju dalam ruangan itu. "Itu adalah masalah besar, permukiman,: ujar Smadar, putri Bakovic yang bekerja di grup advokasi Israel.

"Mengerikan," imbuh Grania yang besar di Inggris. Ia menuturkan kisah teman Yahudinya di pemukiman Tepi Barat. Israel membujuk mereka dengan perumahan murah tanpa pembayaran pajak di muka. Yang terjadi, temannya tak pernah mendapatkan rumah itu, secara prinsip, meski telah membayar.

Ketika Abbas mulai menyoal pendudukan, mengecam Israel atas pembunuhan, serangan militer dan penyerobotan wilayah Palestina, Grania mengeluhkan ucapan itu dan memandangnya tak memiliki konteks sama sekali. Ia terlihat jelas tak bahagia.

"Ia membuat kita terdengar seolah-olah orang terburuk di dunia," ujarnya seraya berargumen bahwa sikap Israel kerap kali reaksi dari sikap salah Palestina. "Jika anda tak melihat sisi lain, bagaimana bisa menghadirkan perdamaian?"

Lalu tiba saat Abbas menyebut tembok pembatas yang memotong Tepi Barat dari Israel. Dinding tinggi itu didirikan delapan tahun lalu untuk mengantisipasi pengebom bunuh diri. "Apa yang kamu pikirkan tentang itu?" tanya Smadar kepada ayahnya. "Ia menyebutnya sebagai dinding aneksasi rasis."

"Saya benci melihat dinding itu, tapi saya juga paham mengapa ia berdiri," kata Davor. Ia pun muram dengan prospek perdamaian.

"Mereka bukan pemimpin," ujarnya tiba-tiba. "(Menachem) Begin adalah pemimpin, (Ariel) Sharon juga pemimpin," kata Davor. "Netanyahu tidak memiliki material itu. Karena ia tak meyakini (perdamaian).

sumber : The Independent
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement