REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM - Kementerian Dalam Negeri Israel, Selasa, menyatakan komite perencanaan wilayahnya telah menyetujui rencana pembangunan 1.100 rumah baru di permukiman Gilo di Jerusalem Timur.
"Kementerian Dalam negeri Israel, Selasa, mengumumkan rencana bagi 1.100 rumah baru di Gilo telah disahkan oleh komite perencanaan wilayahnya, dan sekarang akan masyarakat bisa mengajukan keberatan dalam waktu 60 hari," kata kementerian tersebut di dalam satu pernyataan.
Pengesahan pada Selasa proyek itu hanyalah satu tahap dari proses persetujuan lama bagi perluasan permukiman Gilo, yang berada di bagian selatan Jerusalem.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Israel Roei Lachmanovich mengatakan kepada AFP, Selasa (27/9) malam, proyek itu akan dikembalikan ke komite tersebut untuk pembahasan akhir dan persetujuan setelah tenggat bagi reaksi masyarakat berlalu.
Jika komite itu memberi proyek tersebut persetujuan akhirnya, saat itu lah penawaran diundang dari kontraktor, katanya. Persetujuan Selasa tersebut tampaknya akan memicu kontroversi, sebab tindakan itu dilakukan tak lama setelah Kuartet Internasional menyeru Israel dan Palestina agar kembali ke meja perundingan.
Kelompok itu, yang terdiri atas Uni Eropa, Rusia, Amerika Serikat dan PBB, mengeluarkan seruan tersebut pada Jumat, tak lama setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengajukan permohonan resmi bagi keanggotaan PBB untuk negara Palestina.
Usul Kuartet itu mendesak kedua pihak agar memulai pembicaraan dalam waktu satu bulan dengan sasaran "mewujudkan perdamaian sebelum akhir 2012".
Kuartet Internasional membuat rujukan ke rencana perdamaian Peta Jalan 2002, yang menyerukan pembekuan pembangunan permukiman, dan mendesak kedua pihak "agar menahan diri dari tindakan provokatif".
Namun seruan Jumat tak berisi permintaan secara terang-terangan agar Israel menghentikan pembangunan permukiman sebelum pembicaraan perdamaian dilanjutkan, kendati Palestina berkeras mereka takkan berunding tanpa pembekuan permukiman.
Pembicaraan perdamaian antara kedua pihak telah macet total sejak akhir September 2010, ketika pembicaraan berhenti tak lama setelah dimulai, dengan berakhirnya moratorium Israel mengenai pembangunan permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan.
Israel tak bersedia memperbarui pembekuan itu, dan Palestina menyatakan mereka takkan mengadakan pembicaraan sementara Israel membangun di tanah yang mereka ingin jadikan negara masa depan mereka. Sikap tersebut diulangi Abbas saat ia tiba kembali dari PBB pada Ahad (25/9).
Dalam komentar yang disiarkan Selasa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan ia takkan menyetujui pembekuan baru. "Kami sudah menyerahkan ke kantor," kata Netanyahu kepada The Jerusalem Post. Ia malah menuduh Palestina menanfaatkan pembangunan permukiman sebagai "dalih".
"Itu adalah dalih yang mereka gunakan berulang-kali, tapi saya kira banyak orang memandangnya sebagai taktik untuk menghindari perundingan langsung," katanya menandaskan.