REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV - Sedikitnya 200 warga Israel mendatangi Kementerian Dalam Negeri untuk mencabut status agama Yahudi mereka dalam daftar kependudukan. Mereka menuntut status 'tanpa agama' dalam KTP dan dokumen resmi lainnya.
Berbarengan dengan itu, mereka menggelar aksi damai. Spanduk panjang dibentang berisi deklarasi pencabutan status agama mereka. Yang setuju, bertanda tangan di atas spanduk panjang itu.
Mereka, kebanyakan berusia tak lagi muda, mengikuti sidang pencabutan status itu di pengadilan distrik Tel Aviv. Tampak di antara pemohon adalah mantan aktivis kiri, Uri Avneri, dan anggota parlemen, Nitzan Horowitz (Meretz). Keduanya mendukung gerakan pencabutan itu tapi tak turut menandatangani deklarasi.
"Yahudi dan demokrasi tak pernah bisa berjalan bersama," kata Yoran Kaniuk, penulis yang telah lebih dulu memohon pencabutan agamanya. "Saya tak lagi percaya Tuhan. Jika Dia ada memang benar ada, maka saya akan membunuhnya untuk apa yang Dia lakukan pada dunia," ujarnya.
Menurutnya, Yahudi saat ini menghadapi musuh terbesar, yaitu dewan kerabian dan pelembagaan agama.
Kaniuk mengajak warga Israel yang seide dengannya untuk mendatangi kementerian Dalam Negeri dan mencabut status agama mereka. "Semakin banyak yang melakukan ini, mereka akan semakin takut," katanya.
Sementara itu, Mickey Gitzin, pimpinan Be Free Israel, menyatakan harus ada 'revolusi keberagamaan' di Israel. Sedang sastrawan Oded Carmeli, menyebut aksi ini sebagai "langkah pertama mendobrak tembok".
Menurutnya, agama hanya menimbulkan masalah di Israel. Ia mencontohkan pembakaran masjid dan merusakan makam kaum Muslim dan Kristen oleh kaum yahudi Ortodokz. "Agama hanya membawa kekacauan," katanya.