REPUBLIKA.CO.ID, LUXEMBOURG - Menteri Luar Negeri Perancis Alain Juppe mengatakan, keinginan Palestina untuk diakui sebagai negara rupanya menimbulkan perpecahan dalam tubuh Uni Eropa. “Tidakkah terlihat tendensi perpecahan semakin terlihat dari hari ke hari di antara 27 anggota Uni Eropa? Kita membutuhkan banyak energi untuk tetap mempersatukan negara-negara Eropa,” katanya di Luxembourg, Senin, (10/10).
Presiden Palestina Mahmud Abbas tetap berupaya agar Dewan Keamanan (DK) PBB menerima keanggotaannya di PBB sejak bulan kemarin. Namun baik Amerika Serikat maupun Eropa menentang keras keinginan Palestina tersebut.
AS-Israel menganggap satu-satunya cara agar Palestina diakui sebagai negara hanya melalui pembicaraan bilateral Palestina-Israel. Sementara itu, Perancis malah mengusulkan agar Palestina diberi status terbatas sebagai negara pengamat, bukan negara anggota penuh PBB. Namun rupanya ide Perancis tersebut ditentang oleh Jerman.
Para menteri Uni Eropa, ujar Juppe, menginstruksikan kepada Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton untuk melanjutkan upaya pembicaraan damai di Timur Tengah yang mengalami kebuntuan. Selain itu juga diminta untuk mencari solusi yang seimbang di PBB.
Kuartet yang terdiri dari Uni Eropa, AS, Rusia, dan PBB masih berusaha untuk membujuk Palestina dan Israel agar melakukan negosiasi perdamaian. Sehingga keinginan Palestina menjadi negara bisa segera terwujud.
Sementara itu, Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan, dirinya tidak melihat perpecahan di Uni Eropa. “Tidak ada perpecahan,” katanya.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini mengatakan, Palestina tidak akan mempercepat permintaannya menjadi anggota PBB. “Dengan demikian, Eropa masih memiliki waktu dan kesempatan untuk meminta Palestina dan Israel kembali ke meja negosiasi,” katanya.