REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sejak April 2009 hingga September 2011, setidaknya 41 orang nelayan tradisional Indonesia pernah menjadi sasaran penangkapan dan penahanan Polisi Laut Malaysia.
“Bahkan, sebanyak 47 nelayan tradisional lainnya pernah menjadi korban perampokan dan penganiayaan,” kata Presidium Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Wilayah Sumatera, Tajruddin Hasibuan, dalam rilisnya kepada Republika.
Pada beberapa waktu lalu, enam nelayan tradisional asal Langkat, Sumatera Utara, divonis bersalah telah melakukan praktek pencurian ikan ilegal di perairan Malaysia. Mereka adalah Dedek Arianto (33 tahun) sebagai nakhoda. Berikutnya lima orang anak buah kapal (ABK), yaitu Rahmat Hidayat (26), Husni Mubarak (26), Muhammad Fuad (34), Hendra Anwar (24), dan Ari Suhendra (24).
Keenam nelayan Indonesia itu harus menjalani hukuman penjara selama 5 – 6 bulan di Malaysia. Putusan ini dibacakan oleh pengadilan Malaysia pada 7 Oktober 2011 lalu.
Menurut Tajruddin, kekosongan pola kerja terkoordinasi antar institusi negara guna melindungi nelayan tradisional berujung pada berulangnya kasus penangkapan. Untuk kasus ini, tak ada respon penanganan dari pemerintah baik bantuan hukum maupun pendampingan bagi keluarga mereka.
Staf Divisi Hukum Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Ahmad Marthin Hadiwinata, mengatakan putusan pengadilan Malaysia itu tak mempertimbangkan faktor kecelakaan melaut yang dialami oleh nelayan tradisional. Pemerintah Indonesia juga tak ada upaya maksimal dalam memberikan bantuan hukum.
“Nota protes oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bukanlah bentuk perlindungan negara,” ujarnya. Pada konteks ini, KKP justru gagal melakukan perlindungan bagi nelayan tradisional di wilayah perbatasan.
Selain itu, kata Ahmad, permasalahan perbatasan juga menjadi akar terjadinya penangkapan terhadap nelayan Indonesia. Lemahnya penjagaan wilayah perairan perbatasan dan tidak adanya penyediaan informasi kepada nelayan terhadap batas perairan Indonesia menjadi penyebab penangkapan nelayan saat melaut.
Harapan kami, kata Ahmad, persoalan ini lekas ditangani sebagai bagian dari tanggung jawab negara. Sehingga ke depan, perlindungan hak nelayan atas wilayah tangkapnya tidak hanya di atas kertas.