Jumat 14 Oct 2011 19:23 WIB

Penerbitan Sukuk Jadi Alternatif di Tengah Krisis Ekonomi Global

Rep: Nuraini/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Sejumlah investor berspekulasi obligasi syariah (sukuk) lebih mungkin diterbitkan setelah adanya krisis ekonomi global. Hal ini lantaran kinerja pasar sukuk relatif baik meski ada krisis.

Pasar sukuk membaik lantaran investor cenderung membeli untuk ditahan, daripada diperdagangkan. Hal ini membuktikan pasar sukuk menjadi pilihan dengan resiko lebih kecil.

"Pasar sukuk ini masih baru dan tidak terlalu likuid dalam pasar pembiayaan. Itu menciptakan peluang," ujar Ekonom Al-Mal Capital Dubai, Akram Annous, seperti dikutip Gulfnews, Jumat (14/10).

Hal itu ditangkap sebagian perusahaan besar di dunia untuk menerbitkan sukuk. BUMN bidang energi Abu Dhabi (Taqa) saat ini tengah menunggu regulasi yang mengizinkan pihaknya mengeluarkan sukuk dalam mata uang Ringgit. Sementara Kuwait juga melakukan sosialisasi ke Asia, Timur Tengah, dan Eropa untuk mencari pasar potensial.

Sebelumnya, penerbitan sukuk global pada September 2011 mencapai 5,7 miliar dolar AS. Jumlah ini meningkat sembilan persen dari periode yang sama tahun lalu. Malaysia menjadi penerbit tunggal dari semua sukuk pada September. Pemerintah melalui Bank Sentral menjual sukuk hingga US$ 5,45 miliar.

Meski Malaysia menyumbang hingga 69 persen atau setara US$ 43,5 miliar dari total penerbitan sukuk global, ada 11 negara lain yang juga berkontribusi. Enam negara yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) menerbitkan sukuk gabungan senilai US$ 16,1 miliar atau setara 25 persen dari keseluruhan. Pendatang baru dalam penerbitan sukuk tahun ini juga bermunculan yakni Yaman, Iran, dan Jordania.

Pemicu tumbuhnya penerbitan sukuk tersebut berasal dari banyaknya kebutuhan untuk kontruksi dan pembiayaan. Di kuartal terakhir 2011, penerbitan sukuk di sejumlah negara diharapkan bisa melebihi target. Arab Saudi akan menerbitkan sukuk pertama yang berasal dari kerajaan pada kuartal terakhir itu hingga senilai US$ 1 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement