Sabtu 15 Oct 2011 11:47 WIB

Bagi Rakyat Irak, Luka Itu Nyata, Perang Jauh dari Akhir

Seorang gadis cilik, korban perang Irak
Foto: AP
Seorang gadis cilik, korban perang Irak

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Bom di Kota Sadr, Baghdad, menewaskan saudara Abdul Aziz Sultan, sementara Mohammed Nasser --yang berusia 16 tahun-- kehilangan satu kaki. Semua kenangan kelam itu tak pernah pupus dari benak bahkan saat pasukan AS mulai ditarik, perang jauh dari berakhir bagi rakyat Irak.

Presiden AS Barack Obama pada 7 Oktober mengatakan Amerika Serikat "secara bertanggung jawab akan mengakhiri" perang di Irak. Semua 41.000 prajurit AS di Irak diharuskan meninggalkan negeri itu paling lambat pada penghujung tahun ini, kecuali Baghdad dan Washington mencapai kesepakatan mengenai misi pelatihan militer AS pasca-2011.

Perundingan mengenai penempatan pelatih militer sedang berlangsung, dan para pejabat AS berkeras mereka harus memiliki kekebalan dari hukuman Irak, sementara para pemimpin Irak mengatakan perlindungan semacam itu tidak diperlukan.

Sementara itu, rakyat Irak terus dilukai dan dibunuh dalam serangan yang terjadi hampir setiap hari. Dua bom meledak Kamis malam (13/10) di Kota Sadr, daerah miskin yang kebanyakan warganya adalah pengikut Syiah di Baghad utara, menewaskan 18 orang dan melukai sedikitnya 43 orang lagi, kata beberapa pejabat Kementerian Dalam Negeri dan Pertahanan.

Di antara korban tewas adalah Abdul Rahman --yang berusia 21 tahun.Saudara sang mendiang, Abdul Aziz (36) mengatakan adiknya tersebut memiliki kemahiran dalam bidang komputer dan ingin bisa kuliah. "Ia berkata pada saya kemarin. Saya bahkan memberi tahu dia, 'Kamu sudah jadi lelaki sekarang, kamu kelihatan baik'," kata Abdul Aziz sebagaimana dikutip wartawan AFP W.G. Dunlop.

Abdul Aziz duduk di kursi di salah satu dari beberapa tenda panjang yang berbentuk bunga, yang didirikan di Kota Sadr bagi orang yang berduka untuk memberi penghormatan mereka kepada keluarga korban yang tewas.

"Saya pergi ke luar rumah saat ledakan terjadi. Saya berusaha menelepon dia tapi saya tak bisa menghubunginya, lalu orang asing menjawab. Ia memberi tahu saya akan menemukan dia di sudut di dekat pabrik es," kata Abdul Aziz. "Saya pergi ke sana, dan saya melihat dia," kata pria itu. "Saya kehilangan adik saya. Hidup tiba-tiba berubah suram di mata saya."

Mohammed Abbas, yang berusia 13 tahun, termasuk di antara korban tewas. "Ia dulu adalah salah satu siswa terbaik, ia belajar pada tahun pertama sekolah menengah," kata pamannya, Hassan --yang berumur 41 tahun dan memberikan nama pertama bagi si bocah.

"Ambisinya ialah ingin jadi seorang dokter atau insinyur pada masa depan; ia adalah sangat pandai dalam pelajarannya," kata Hassan, yang berbicara di tenda lain yang didirikan di jalan tak jauh dari tempat salah satu ledakan.

Mohammed Nasser (16) termasuk di antara sedikitnya 43 orang yang cedera dalam pengeboman di Kota Sadr. Anak sekolah yang berambut keriting itu duduk di pinggir ranjang sempit di satu kamar bersama korban lain di Rumah Sakit As-Sahid As-Sadr, sementara perban berlumur darah menutupi apa yang tadinya adalah kaki kirinya. Bagian bawah kaki kirinya telah hilang akibat ledakan tersebut.

"Saya sedang berdiri di dekat tempat ledakan ketika ledakan pertama terjadi. Kemudian saya berusaha pulang, ketika ledakan kedua terjadi, dan saya pingsan," katanya.

Dr. Ahmed Majeed mengatakan rumah sakit tersebut telah menerima sedikitnya 20 orang yang cedera akibat serangan itu, selain delapan orang yang tewas saat tiba di rumah sakit. "Kami berusaha sebaik mungkin, tapi kamu tahu lah kemampuan kami terbatas. Kami bekerja ... dari pukul 20:00 (Jumat, 14/10, 00:00 WIB) sampai pukul 01:30," katanya.

Pengeboman di Kota Sadr terjadi sehari setelah serangkaian serangan di Baghdad, yang terutama ditujukan kepada pasukan keamanan. Termasuk dua pemboman mobil bunuh diri yang berselang beberapa menit terhadap beberapa kantor polisi. Sebanyak 23 orang tewas dan lebih dari 70 orang cedera dalam peristiwa tersebut.

Kendati ada penurunan aksi kekerasan sejak 2006 dan 2007, 185 orang masih tewas dalam berbagai serangan pada September, demikian perhitungan resmi. "Setiap orang normal, jika ia keluar rumah ke jalan, tapi ia tak bisa menjamin ... apakah ia akan pulang atau tidak," kata Hassan. "Satu serangan atau ledakan dapat terjadi kapan saja," katanya

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement