REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS – Ibukota Tunisia kembali mencekam. Situasi itu berawal dari aksi unjuk rasa yang memprotes penanyangan film "Persepolis" oleh televisi swasta, Nessma.
Menurut para pengunjuk rasa, film tersebut merupakan serangan serius terhadap kepercayaan Muslim. Sebab, dalam adegan film menampilkan karakter yang mewakili Tuhan. Padahal penggambaran Tuhan dalam Islam dilarang.
Sayang, aksi yang semula damai, berakhir rusuh. Aparat keamanan yang mengawal jalannya aksi, selanjutnya menggunakan gas air mata untuk membubarkan aksi. Walhasil, pengunjuk rasa kocar-kacir meninggalkan Masjid Al-fatah, tempat berlangsungnya aksi.
Tak hanya kalangan Muslim, protes keras juga diutarakan kalangan Kristen. Para pendeta di Tunis, mengkritik tayangan tersebut. Menurut mereka, sangat tidak pantas menayangkan sebuah film yang berisiko menganggu perdamaian yang tengah dibangun selepas penggulingan mantan Presiden Ben Ali.
Seperti diberitakan Washingtontimes, Senin (17/10), Kepala Stasiun Televisi Nessma, Nabil Karoui, segera memintaa maaf terkait penayangan film tersebut. Dengan terus terang ia menyebut penayangan film tersebut merupakan kesalahan.
Persepolis boleh dibilang merupakan film autobiografi Marjane Satrapi, seorang novelis yang tumbuh pada masa Revolusi Islam Iran. Film ini memenangkan di Festival Film Cannes 2007.
Singkat cerita, film ini menuturkan kisah Satrapi selama periode Revolusi Islam (mulai dari kecil hingga dewasa). Dalam film tersebut ditampilkan beragam adegan seperti tumbangnya pemerintahan Shah Iran, Perang Iran-Irak, Islam Fundamentalis, pemberontakan, radikalisme, Grand Ayatollah Sayyed Ruhollah Mostafawi Mousawi Khomeini, homseksual, dan Tuhan (Allah).