Jumat 21 Oct 2011 07:48 WIB

Wuih..Cina Ekspansif, Ingin Berlakukan Kurs Yuan di ASEAN

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Mata uang Yuan (ilustrasi)
Mata uang Yuan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina berencana menandatangani perjanjian dengan sepuluh negara ASEAN untuk menggunakan mata uang Cina, yaitu yuan atau renminbi dalam perdagangan di wilayah Asia Tenggara. Dalam kerangka perjanjian tersebut, nantinya Cina akan memperbanyak banknya di ASEAN sebagai tempat penukaran mata uang.

"Ini akan menjadi dasar bagi yuan untuk menjadi mata uang regional," seperti dikutip sumber Reuters, Kamis (20/10) malam. Cina merupakan penguasa ekonomi terbesar kedua di dunia. Negara tirai bambu itu berambisi menjadikan yuan berfungsi internasional.

Rencan itu demi meningkatkan diversifikasi cadangan devisanya yang terus naik hingga kuartal ketiga tahun ini. Sebelumnya cadangan devisa Cina hanya 4,2 miliar dolar AS, saat ini menjadi 3,2 triliun dolar AS. Setelah kesepakatan tersebut ditandatangani, berikutnya Cina akan bernegosiasi secara personal dengan negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia.

Perjanjian antara Cina dan negara-negara ASEAN menjadi momentum upaya Cina untuk mempromosikan renminbi sebagai mata uang cadangan global di dunia. Sejak Cina menjalankan defisit perdagangan dengan negara-negara Asean, setidaknya beberapa dari negara anggota ASEAN akan menumpuk yuan.

"Ini artinya bank sentral ASEAN akan memegang yuan sebagai bagian dari cadangan valuta asing mereka," kata sumber Reuters. Negosiasi tersebut intinya memungkinkan perusahaan-perusahaan nonCina untuk berdenominasi yuan dengan bank-bank Cina. Jadi, penukaran uang tak lagi dilakukan melalui bank Cina di Hongkong.

Dalam hal ini, kata sumber Reuters, Cina ternyata sudah memiliki perjanjian itu dengan tiga negara Asean, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Thailand dapat menjadi korban berikutnya. Memang tak jelas, kapan perjanjian antara Cina dan negara-negara ASEAN itu selesai ditandatangani.

Tetapi, sumber Reuters mengatakan kemungkinan akhir tahun atau awal 2012. Bank Rakyat China sebagai bank sentral dan Kementerian Perdagangan Cina menolak berkomentar langsung saat dihubungi wartawan Reuters melalui telepon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement