REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC), Mustafa Abdul Jalil, berusaha menenangkan ketakutan Barat atas rencana pihaknya untuk menerapkan hukum syariah di Libya. Menurutnya, Barat tidak perlu khawatir dengan penerapan hukum syariah karena pemerintahnya menganut Islam moderat, bukan militan.
“Kami tegaskan kalau Libya merupakan negara Islam moderat, sehingga komunitas internasional tidak perlu merasa khawatir,” katanya Senin, (24/10).
Hukum syariah yang akan diterapkan antara lain dalam bidang perbankan dan perkawinan. Bank yang memberlakukan bunga bank akan dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip syariah. “Dalam Islam bunga bank jelas dilarang. Ini merupakan hukum yang tidak bisa dinegosiasikan dan Alquran merupakan konstitusi bagi semua orang Muslim,” kata Jalil.
Selain itu, hukum yang berlaku pada era Qadafi yang menyebutkan laki-laki yang ingin mendapatkan istri kedua harus memperoleh izin tertulis dari istri pertama akan dibatalkan. Sebab dalam Alquran laki-laki boleh mempunyai empat istri asalkan adil.
Juru Bicara NTC di London, Guma al-Gamaty, mengatakan saat ini Abdul-Jalil memiliki kewajiban untuk membangun era baru di Libya. Dalam hal ini, Islam akan dihormati dan dihargai. “Penggunaan syariah Islam bukan berarti Libya menjadi negara teokrasi, kami pastikan hal itu tidak akan terjadi. Libya akan menjadi negara sipil, demokrasi, dan hukum-hukum yang diterapkan tidak akan berlawanan dengan prinsip demokrasi,” katanya.