Selasa 25 Oct 2011 20:52 WIB

Soal Pemilu, NTC Libya Belum Solid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dewan Transisi Nasional (TNC) belum solid untuk memimpin Libya menuju pemilihan umum setelah kematian Muamar Qaddafi, kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Libya, Sanusi, di Jakarta Selasa (25/10).

"Janji TNC untuk mengadakan pemilihan umum setelah delapan bulan sangat tidak realistis karena hajatan

demokrasi itu membutuhkan soliditas antarkelompok yang membentuk dewan tersebut," kata Sanusi dalam forum 'Debriefing' yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri.

Sanusi yang menjadi dubes RI selama kurun waktu 2006-2011 mengatakan Libya dengan lebih 140 suku masih belum sepenuhnya terlepas dari sistem tradisional yang mengatur posisi sosial individu berdasarkan keturunan.

"Sistem kesukuan di Libya masih sangat kuat, juga perselisihan antara kelompok-kelompok kepentingan yang selama ini dipinggirkan Qaddafi membutuhkan kepemimpinan yang solid," katanya.

Laman berita BBC Inggris menyebutkan bahwa loyalitas kesukuan yang masih kental di Libya menentukan jatuhnya Qaddafi namun sekaligus berpotensi memunculkan koflik baru jika tidak di kelola dengan baik.

Menurut Sanusi, TNC juga belum berpengalaman mengelola suku-suku di Libya yang pada masa sebelum Qaddafi sering berkonflik satu sama lain.

Di sisi lain, dia mengatakan bahwa Libya selama ini tidak mengenal demokrasi yang berpilar pada keberadaan partai sebagai saluran aspirasi publik, sehingga pemilihan umum membutuhkan usaha lebih untuk mensosialisasikan sistem itu.

Dikatakannya, peran legislasi di Libya pada masa pemerintahan Gaddafi dimainkan oleh Kongres Umum Rakyat Libya (The General People's Congress of Libya) yang beranggota 2.700 orang.

Mereka tidak berasal dari partai melainkan dipilih dari anggota Kongres Daerah (Basic People's Congress).

Sanusi juga mengingatkan ancaman kelompok bernama 'Libya Islamic Fighters' yang berhubungan dengan jaringan Alqaidah.

"Mereka adalah tahanan yang dilepas oleh Qaddafi setelah perang saudara dimulai. Sekarang mereka berkeliaran bebas dan berpotensi menyebabkan kekacauan," kata Sanusi.

Menurut dia, kelompok radikal itu kemungkinan besar mengikuti pemilihan umum dan mendapatkan kekuasaan yang besar sehingga memunculkan potensi konflik dengan kekuatan Barat seperti Amerika Serikat.

TNC adalah pemegang kekuasaan sementara di Libya dan secara resmi dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakuinya sebagai wakil resmi negara tersebut.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement