REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Akademisi Abdel Rahim al-Kib telah terpilih pada Senin (31/10) menjadi Perdana Menteri (PM) dalam Pemerintahan Transisi Libya. Pasca terpilih, ia pun memprioritaskan hak azasi manusia dalam kepemimpinannya.
"Kami menjamin bahwa kita dalam proses membangun negara akan sangat perhatian terhadap HAM dan tidak akan menerima pelanggaran HAM apapun," ujarnya singkat usai pemilihan.
Di tengah-tengah isu bekas pejuang Dewan Transisi Nasional yang selama delapan bulan memburu Muammar Qaddafi, ia mengatakan bahwa dirinya akan bekerja sama dengan para pejuang untuk menstabilkan Libya.
"Kami sangat memberikan perhatian bahwa saudara-saudara kita, para revolusioner, pejuang, untuk berbagai bersama memberikan opini untuk kemajuan bersama. Mereka juga meyakini bahwa stabilitas negara adalah yang terpenting," tuturnya.
Kib, begitu ia kerap disapa, yang berasal dari ibukota Libya, Tripoli, keluar sebagai pemenang menyisihkan empat kandidat lainnya di babak pertama. Ia memenangkan 26 dari 51 suara yang diberikan anggota Dewan Transisi Nasional.
Ketua NTC, Mustafa Abdel Jalil, adalah yang pertama dari anggota dewan yang memberikan suaranya. "Suara ini untuk membuktikan bahwa Libya mampu membangun masa depannya," katanya menegaskan.
Kib merupakan Lulusan universitas Tripoli, Southern California dan North Carolina State. Kib juga mengajar di berbagai perguruan tinggi serta Lembaga Minyak di Uni Emirat Arab. Dia telah menjadi peneliti di bidang teknik tenaga listrik.
Pejabat NTC, Mustafa al-Mana mengatakan 52 anggota dewan telah diminta untuk memilih dari lima kandidat yang tersisa setelah penarikan lima orang lainnya, termasuk wakil presiden Abdel Hafez NTC Ghoka.