REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Saif al-Islam Gaddafi dikhianati dan diserahkan kepada para penangkapnya oleh seorang nomad Libya yang mengatakan ia dibayar untuk membawa putra Muamar Gaddafi itu melarikan diri ke negara tetangga Libya, Niger, dengan janji ia akan dibayar satu juta euro.
Saif al-Islam, yang dicari untuk menghadapi hukuman oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC), ditangkap pada akhir pekan lalu, dalam apa yang dikatakan pemerintah baru di negeri tersebut sebagai "babak akhir drama di Libya".
Dengan mengenakan penutup kepala berwarna hitam, Yussef Saleh al-Hotmani mengatakan ia menghubungi petempur revolusioner di bagian selatan Libya untuk memberitahu mereka ketika rombongan dua mobil yang membawa Saif akan melewati daerah itu pada malam 18 November.
"Saya membuat Saif percaya bahwa saya percaya pada dia," kata al-Hotmani pada Selasa (22/11) di Zintan, tempa Saif al-Islam ditahan di satu tempat rahasia sebelum perincian mengenai hukumannya diselesaikan.
Pada malam Saif al-Islam ditangkap, al-Hotmani mengatakan ia melakukan perjalanan bersama pengawal pribadi putra Gaddafi tersebut di mobil pertama iring-iringan mereka.
"Saya telah sepakat dengan petempur --yang menangkap Saif al-Islam-- bahwa tempat terbaik bagi penyergapan ialah satu bagian gurun yang dikelilingi oleh dataran tinggi," kata al-Hotmani sebagaimana dikutip Reuters.
Para petempur dari Zintan, di pegunungan di Libya Barat, dan lima anggota suku al-Hotmani, al-Hotman, sedang menunggu. "Ketika kami tiba dalam kegelapan, tembakan dilepaskan dan cuma diperlukan waktu setengah menit untuk menangkap mobil pertama," katanya.
Ditambahkannya, ia sengaja telah memberitahu rombongan Saif al-Islam agar kendaraan dikemudikan dengan jarak tiga kilometer guna memberi waktu kepada petempur untuk berkumpul kembali dan agar al-Hotmani bisa bergabung dengan mereka.
"Ketika mobil kedua tiba, kami mulai menembaki dengan ketepatan tinggi, untuk merusak kendaraan tersebut, sehingga ia tak bisa melarikan diri," katanya.
Saif al-Islam, yang mengenakan pakaian panjang dan tutup kepala berwarna coklat yang menutupi mukanya, melompat dari mobil, berusaha melarikan diri, tapi tertangkap, kata al-Hotmani. "Kami memperlakukan dia sebagai tawanan perang."
Tidak jelas apakah al-Hotmani telah berencana menjebak Saif al-Islam sejak pertama ia berhubungan dengan kelompok petempur di gurun Sahara, atau apakah ia membelot ketika ia meragukan pembayaran yang dijanjikan dan khawatir ia bisa terbunuh.
Anggota suku badui Sahara tersebut, yang menyebut dirinya "anak gurun", menolak untuk memberi perincian mengenai kapan atau bagaimana ia menghubungi ke-15 petempur pemerintah sementara yang menangkap Saif al-Islam.
"Saya yakin (Saif al-Islam dan para pengawalnya) berencana membunuh saya ketika kami tiba di perbatasan. Mereka memiliki dua senjata api, dua granat, satu pisau dan borgol. Mereka siap membunuh saya kalau mereka merasa ragu," kata al-Hotmani. Ia berbicara sementara bendera Libya membalut pundaknya sebagai tanda solidaritas buat para penguasa baru negeri itu.
Para petempur yang bersekutu dengan Dewan Peralihan Nasional (NTC) yang menangkap Saif al-Islam menyebut al-Hotmani seorang "pahlawan".
Kurang dari lima ribu dolar AS ditemukan di dalam rombongan kedua mobil tersebut dan al-Hotmani mengatakan ia tak dibayar sepeser pun dari satu juta euro yang dijanjikan buat dia.
"Saya tak meminta pembayaran lebih dulu atau apa pun juga," katanya. "Tak ada uang di dalam mobil itu. Ini membuktikan ia ingin membunuh saya di perbatasan."