REPUBLIKA.CO.ID,KABUL - Cobaan dari Gulnaz tidak hanya dimulai dan diakhiri dengan serangan fisik pemerkosaannya. Ia sekarang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama pahit; penjara, atau mimpi buruk lainnya: menikahi pemerkosanya.
Pemerkosa adalah suami sepupunya.
Setelah serangan itu, ia menyembunyikan apa yang terjadi selama dia bisa. Tapi segera ia mulai muntah di pagi hari dan menunjukkan tanda-tanda kehamilan.
Di Afghanistan, hamil di luar nikah berujung di pengadilan. Hakim memutusnya bersalah, melakukan hubungan seksual di luar nikah atau berzina, dan dijatuhi hukuman dua belas tahun penjara.
Sekarang di Kabul enjara Bagh Badam, Kabul, ia dan anaknya yang menjalani hukuman bersama-sama.
Duduk dengan bayi di pangkuannya, wajahnya ditutupi dengan hati-hati, ia menjelaskan satu-satunya pilihan dia yang akan mengakhiri penahanan dirinya.
"Satu-satunya cara bagi hukum Afghanistan adalah menikah dengan pemerkosa. Hal ini dianggap mengembalikan kehormatannya," katanya.
Demi anaknya, ia mungkin akan menerima opsi kedua. "Putri saya adalah anak yang tidak bersalah sedikitpun. Saya akan selalu menjaga dia sebagai bukti saya tidak bersalah," katanya.
Gulnaz termasuk beruntung. Dalam masyarakatnya, perempuan korban perkosaan lebih sering dibunuh karena rasa malu keluarganya.
Yang mengejutkan, kasus Gulnaz adalah umum di Afghanistan. Banyak perempuan memilih tetap berlindung di penjara hanya demi menghindari nasib yang lebih buruk.
Penderitaan Gulnazkini menjadi perhatian internasional karena perselisihan antara Uni Eropa dan tim pembuat film dokumenter yang disewa untuk melaporkan hak-hak perempuan di Afghanistan.
Para pembuat film dokumenter tentang Gulnaz dan perempuan lainnya, menunjukkan korban berbicara secara terbuka tentang nasibnya. Mereka menunjukkan film ini ke Uni Eropa,namun Uni Eropa mengatakan prihatin tentang keselamatan perempuan dalam film: mereka bisa diidentifikasi dan mungkin menghadapi pembalasan. Namun para pembuat film - mengutip email bocor dari delegasi Uni Eropa - menyebut Uni Eropa mungkin dimotivasi oleh hubungan sensitif dengan lembaga-lembaga keadilan Afghanistan, sehingga minta film itu tak ditayangkan.
Duta Besar Uni Eropa untuk Afghanistan, Vygaudas Usackas, menolak motivasi politik apapun tentang pelarangan film itu. "Apa yang saya khawatirkan adalah nasib kaum perempuan yang jadi korban. Tentang keamanan dan kesejahteraan, itu sangat penting," katanya.
Menurut hukum Afghanistan, Gulnaz telah dihukum pezinah. Meskipun sengketa berkelanjutan atas ceritanya, kesulitannya tidak berubah. Dia menghadapi pilihan mengerikan: 12 tahun di penjara atau menikah dengan pemerkosanya dan risiko kematian. Eropa berdebat, Gulnaz tetap pada deritanya.