Kamis 24 Nov 2011 18:34 WIB

Kabinet Baru Libya, Dipuja Amerika Serikat, Tapi Dikecam dari Dalam

PM baru Libya Abdel Rahim al-Kib kiri didampingi Ketua NTC Mustafa Abdel Jalil
PM baru Libya Abdel Rahim al-Kib kiri didampingi Ketua NTC Mustafa Abdel Jalil

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Jajaran pemerintahan baru di Tripoli dipuji Washington pada Rabu sebagai "langkah penting" demokrasi. Tapi tanggapan berkebalikan muncul dari dalam Libya. Kawasan yang dianggap duri dari wilayah Libya menyoroti tantangan persatuan setelah 42 tahun kekuasaan Gaddafi.

Wilayah negara padang pasir luas, yang berperan utama dalam delapan bulan pemberontakan, yang menggulingkan kekuasaan Muamar Gaddafi, mengeluhkan peminggiran dalam kabinet sementara, yang lama ditunggu dan diresmikan pada Selasa malam.

Di antara yang mengeluh ialah kota utama Benghazi, Libya timur, tempat pemberontakan pecah. Juga suku kecil Berber serta Toubou, yang termasuk benteng awal tentara pemberontak itu, yang mengalahkan pasukan Gaddafi.

"Tembakan" pertama terhadap jajaran itu, yang diumumkan perdana menteri sementara Abdel Rahim KiB, datang dari suku Berber, yang menuduh mereka kurang terwakili, tidak sesuai dengan peran kunci mereka dalam pemberontakan dari kubu mereka di pegunungan Nafusa di baratdaya Tripoli.

Kongres Nasional Amazigh mereka menyeru rakyat Libya, khususnya warga Berber, mengakhiri kerjasama dengan Dewan Transisi Nasional dan pemerintah sementara tersebut.

KiB saat mengumumkan nama menteri itu bersikeras bahwa kabinet baru tersebut akan mencakup dan mewakili seluruh wilayah Libya. "Saya dapat meyakinkan setiap orang bahwa seluruh Libya ada dalam pemerintahan baru," kata perdana menteri sementara itu kepada wartawan di ibu kota tersebut.

Tapi, di Benghazi, kota terbesar kedua Libya dan kubu pemberontak pada masa perang, puluhan orang berunjukrasa menentang pemerintah baru itu. Pemrotes menuduh kubu kelahiran revolusi kurang terwakili.

Perwakilan suku kecil Toubou di Sahara baratdaya, yang berjuang sengit di gurun melawan pasukan Gaddafi, juga menyatakan peran mereka tidak diberi pengakuan memadai.

Beberapa pahlawan pemberontakan itu diberi jabatan kunci kubunya -brigade sipil bersenjata, yang belum meletakkan senjata- menekan Kib. Menteri dalam negeri dijabat Fawzi Abdelali dari Misrata, kota terbesar ketiga Libya, yang bertahan dari pengepungan maut enam pekan pasukan Gaddafi dan pejuangnya menangkap serta membunuh penguasa itu pada Oktober.

Menteri pertahanan dijabat Osama Juili, panglima pemberontak, yang menangkap anak paling menonjol Gaddafi, Seif Islam, pada Sabtu lalu setelah tiga bulan dalam pelarian.

Juili memimpin pemberontak dari Zintan, kota bukit di Nafusa. Namun penunjukkannya gagal memenuhi kepuasan masyarakat Berber wilayah itu, karena ia orang Arab.

Dengan membawa angkatan lebih tua dari tokoh lawan ke dalam yang dinyatakannya pemerintah teknokrat, Kib memilih Ashur Khayyal, duta Libya untuk Kanada di bawah Gaddafi, yang bergabung dengan lawan pada 1990-an, memimpin kementerian luar negeri.

Abdurrahman bin Yazza -mantan pejabat perusahaan daya besar Italia ENI- diangkat menjadi menteri minyak dan gas sementara. Menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton menyambut kabinet baru itu dan berjanji bahwa Washington akan bekerja sama erat dengannya.

"Pembentukan kabinet baru oleh Dewan Peralihan Negara itu adalah langkah penting dalam peralihan Libya ke demokrasi sejati, yang mencakup dan mewakili semua rakyat Libya," katanya dalam pernyataan.

Dalam rujukannya ke kubu keras, ia menyoroti kebutuhan menggalang "kendali atas milisi" serta "memastikan pemerintah bermanfaat dan mumpuni serta menyiapkan peralihan ke pemerintahan terpilih".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement