Selasa 29 Nov 2011 18:43 WIB

Gebrakan Cina di Industri Farmasi, Bersiaplah Sambut Vaksin 'Made in China'

Seorang staf tengah memeriksa vial vaksin flu babi H1N1 yang diproduksi BUMN Cina, Sinovac yang berbasis di Beijing
Foto: AP
Seorang staf tengah memeriksa vial vaksin flu babi H1N1 yang diproduksi BUMN Cina, Sinovac yang berbasis di Beijing

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Dunia harus bersiap untuk produk vaksin baru buatan Cina. Produsen vaksin negeri tirai bambu itu tengah bersiap dalam beberapa tahun mendatang mendorong ekspor vaksin, sebuah langkah yang diharap memotong biaya imunisasi penyelamat nyawa terutama di kawasan negara berkembang. Langkah itu juga dinilai akan menyodorkan iklim kompetitif terhadap perusahaan besar farmasi Barat.

Namun, itu bisa jadi membutuhkan waktu sebelum sebagian dunia siap menerima produk Cina mengingat keamanan menjadi isu sensitif seperti pula vaksinnya. Kondisi itu tak lepas dari skandal makanan, obat-obatan dan produk lain yang kerap menghiasi negara itu.

Bagaimanapun, langkah besar Cina untuk memasuki pasar ini akan menjadi 'pengubah permainan' yang juga diakui oleh kepala kebijakan GAVI Alliance, yang saban tahun membeli vaksin untuk kebutuhan 50 juta anak di dunia.

"Kami sangat antusias dengan potensi yang ditawarkan manufaktur vaksin Cina," ujarnya.

Kemampuan Cina dalam pembuatan vaksin yang kian moncer mencuri perhatian dunia pada 2009. Saat itu salah satu perusahaan berhasil menghasilkan satu vaksin yang efektif menghadang flu babi--hanya dalam 87 hari--begitu virus baru itu menyapu dunia. Pada masa sebelumnya, perlombaan vaksin baru selalu dimenangkan oleh AS dan Eropa.

Kemudian pada Maret lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa otoritas keamanan obat-obatan Cina telah memenuhi standar kebijakan vaksin internasional. Otomatis pengakuan itu membuka pintu bagi vaksin Cina untuk memperoleh pengesahan WHO agar bisa dibawa oleh badan-badan PBB dan GAVI Alliance.

Cina menjadi kekuatan produksi vaksin dengan lebih dari 30 perusahaan. Kapasitas produksi tahunan diprediksi mencapai 1 juta dosis, yang terbesar di dunia, demikian Otoritas Keamanan Pangan dan Obat-obatan negara itu.

Namun dibutuhkan lebih untuk membangun kepercayaan konsumen luar terhadap vaksin Cina. "Kami pikir kendala utama adalah kami masih memiliki sterotip 'made in China', ujar juru bicara Sinovac, perusahaan bioteknologi yang dengan cepat mengembangkan vaksin flu babi H1N1, Helen Yang. "Itu benar-benar masalah."

Jejak rekam keamanan pangan dan obat-obatan dalam beberapa tahun terakhir jauh dari memberi rasa yakin. Pada 2007, sirup obat batuk Cina membunuh 93 orang di Amerika Tengah. Satu tahun kemudian pengental darah terkontaminasi menghasilkan puluhan korban meninggal di AS. Sementara di waktu bersamaan susu dengan melamin telah meracuni ratusan dan membunuh enam bayi di Cina.

Sejak itu, pemerintah Cina memang kian aktif menerapkan kebijakan ketat, melakukan inspeksi dan pemberian hukumn kian keras bagi pelanggarnya. Mungkin karena alasan itu pula, otoritas kerap menemukan dan menghadang aksi pemalsuan obat dan pembuatan obat di bawah standar.

Tahun lalu, surat kabar Cina mengaitkan vaksin yang disimpan dengan cara tak tepat dengan empat kematian anak-anak di provinsi Shanxi, utara. Kabar itu sempat menimbulkan keprihatian nasional. Meski Menteri Kesehatan telah membantah vaksin tak menyebabkan kematian, namun tak lantas menghilangkan pandangan skeptis.

Tak semua berita bernada miring. Periset Cina juga melaporkan bahwa Jurnal Pengobatan New England, awal tahun ini, mengatakan bahwa vaksin flu pandemis buatan Cina yang diberikan kepada 90 juta orang pada 2009 terbukti aman.

Pejabat medis WHO untuk imunisasi, Dr. Yvan Hutin, mengatakan pengesahn WHO terhadap badan kebijakan obat-obatan Cina bukan berdasar 'blangko kosong'. "Setiap vaksin akan dievaluasi sangat ketat dan WHO serta inspektur Cina diberi akses ke pabrik vaksin di atas semua pengecekan keamanan lain," ujarnya.

Bagi Cina, beberapa tahun ke depan berarti krusial, ketika perusahaan bioteknologi meningkatkan fasilitas dan prosedur mereka demi memenuhi standar keamanan dan kualitas.

Upaya itu jelas tak murah dan sangat menantang. Setelah itu mereka akan mengirimkan vaksin ke WHO untuk mendapat persetujuan, proses yang bakal memakan waktu beberapa tahun

Masuknya Cina dalam industri vaksin sangan penting karena satu orang meninggal setiap 20 detik akibat penyakit yang seharusnya bisa ditangani oleh vaksin. UNICEF, badan anak-anak PBB dan pembeli vaksin terbesar di dunia, lama telah melakukan perbincangan dengan perusahaan-perusahaan vaksin Cina, demikiang direktur pasokan, Shanelle Hall, mengungkapkan.

Lembaga itu menyuplai kebutuhan vaksin anak-anak dunia hingga 60 persen. Tahun lalu badan itu membelanjakan sekitar 757 juta dolar (Rp7 triliunan)

Dalam hitungan global, penjualan vaksin tahun lalu naik 14 persen menjadi 25,3 milyar dolar (Rp232 triliun) menurut firma riset pasar, Kalorama Information. Kini produsen obat menghadapi kompetisi kian keras dari obat generik dan melihat vaksin sebagai potensi, terutama di Amerika Latin, Cina dan India.

Pembuat vaksin cina, beberapa dari mereka telah mengekspor dalam jumlah kecil, percaya diri segera menjadi pemain besar di lapangan. "Secara pribadi saya memprediksi bahwa dalam lima hingga 10 tahun ke depan, Cina akan menjadi basis industri vaksin penting di dunia," ujar wakil presiden perusahaan negara, China National Biotec Group, Wu Yonglin. Perusahaan itu menjadi pembuat produk biologis terbesar negara yang telah menghasilkan vaksin encephalitis sejak 1989.

Bergabungnya Cina diharapkan mampu memberi tekanan kepada perusahan farmasi Barat untuk merendahkan harga. Awal tahun ini, gerakan UNICEF untuk mempublikasikan beban perusahaan vaksin menunjukkan pula bagaimana mereka kerap meminta harga dua kali lipat dari agen seperti yang terjadi di India dan Indonesia.

Kelompok bantuan menamakan diri Doctors Without Borders mengkritik badan vaksin GAVI yang menghabiskan jutaan dolar untuk membeli vaksin anti peneumonia dari perusahaan Barat. Menurut mereka langkah itu hanya akan menambah kekuasaan perusahaan vaksin.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement