REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Demonstrasi menuntut Perdana Menteri Vladimir Putin melepaskan jabatannya memasuki hari kedua saat ribuan orang tetap memenuhi jalan-jalan di Moskow, Selasa (6/11). Sekitar 500 pengunjuk rasa di Moskow dan St Petersburg ditangkap oleh kepolisian karena tidak mengantongi izin keramaian.
Polisi mengatakan mereka telah menahan 250 orang di pusat kota Moskow dan menahan 200 orang lainnya di St Petersburg saat mencoba melanjutkan unjuk rasa. Aksi telah dimulai Ahad (4/12) kemarin sejak kabar kecurangan yang mewarnai pemilihan parlemen yang dilangsungkan merebak.
Penggelembungan suara dikonfirmasi oleh lembaga pengawas pemilu yang menduga ingin memenangkan Partai Rusia Bersatu yang dimiliki oleh Putin.
Setelah memberikan izin kepada sekitar 5.000 pengunjuk rasa di hari pertama, kepolisian menyadari telah kalah jumlah untuk mengamankan situasi. Kementerian Dalam Negeri Rusia menyebutkan sekitar 2.000 pasukan khusus telah dikirim untuk membantu hampir 50.000 anggota polisi yang telah terjun lebih dulu yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja.
Deretan panjang pengunjuk rasa anti-Putin yang memenuhi jalanan Moskow juga diwarnai oleh kehadiran demo tandingan terdiri pemuda yang mendukung Putin sambil meneriakkan, "Rakyat! Putin" dengan harapan meredam nyanyian, "Rusia tanpa Putin" yang berasal dari demonstran oposisi. Pertikaian kecil sempat terjadi diantara kedua kelompok demonstran ini.
Salah satu pemimpin oposisi liberal, Boris Nemstov mengabarkan dirinya telah ditahan. Dua tokoh oposisi yang diaktif sebagai blogger, Alexei Navalny dan Ilya Yahsin juga dijatuhan tahanan 15 hari karena peran mereka memimpin demonstransi terbesar sejak bertahun-tahun. "Kami tidak akan menghentikan perjuangan kami," kata Yashin.
"Kami ingin pemilu yang adil. Lihatlah apa yang telah mereka lakukan untuk negara kita," kata seorang pria yang menyebut Alexei sebagai namanya saat dia didorong oleh polisi anti huru hara ke bus yang menunggu.