REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Israel telah menyetujui pembangunan daerah kantung baru Yahudi di pusat pemukiman Palestina di Jerusalem Timur, yang dicaploknya, demikian laporan stasiun televisi milik negara Channel One, Rabu (7/12).
Saluran televisi tersebut menyatakan proyek 14-rumah itu, yang diberi nama Maale David, disetujui Rabu larut malam (7/12) oleh komite perencanaan dewan kota Jerusalem dan tampaknya akan memicu pengutukan baru internasional terhadap kebijakan permukiman Yahudi.
Permukiman baru tersebut akan berada di permukiman Arab, Ras al-Amud, di dekat permukiman Yahudi yang saat ini ada dan terdiri atas 1.000 orang, kata laporan itu.
"Dengan keputusan ini, komite menyiram minyak ke api ... sehingga mendorong pemukim (dan) kehadiran mereka yang sangat bermasalah serta bisa memicu ledakan di permukiman ini," kata Yudith Oppenheimer, dari organisasi non-pemerintah Israel, Ir Amim --yang melobi bagi hidup berdampingan di Jerusalem, kepada saluran televisi tersebut.
"Kami mengutuk tindakan Israel ini dengan sangat keras," kata perunding Palestina Saeb Erakat kepada AFP.
Ditambahkannya, seruan bagi dukungan internasional buat Palestina disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB agar turun-tangan guna menentang pembangunan permukiman tersebut.
Rabu pagi, komite pelaksana Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) memutuskan untuk meminta dilakukannya pertemuan Dewan Keamanan mengenai masalah itu, kata Erakat.
"Pimpinan Palestina telah memutuskan ... untuk mendesak Dewan Keamanan agar menghentikan rencana permukiman ini, yang bertujuan menghalangi pelaksanaan penyelesaian dua-negara," ia mengatakan.
"Kami membawa keputusan tersebut untuk mulai mempersiapkan resolusi Dewan Keamanan guna menghentikan tindakan ini," ia menambahkan. Ia mengatakan "konsultasi" dengan Dewan Keamanan PBB akan segera dimulai.
Pada November Kementerian Perumahan Israel mengundang peserta tender untuk membangun lebih dari 800 rumah baru di Har Homa dan Pisgat Zeev, dua lingkungan permukiman di Jerusalem Timur --yang diduduki dan dicaplok-- sebagai bagian dari "reaksi terhadap keberhasilan upaya Palestina untuk bergabung dengan UNESCO".