Senin 12 Dec 2011 21:45 WIB

Gillard Rombak Kabinet Australia

Rep: Ditto Pappilanda/ Red: Chairul Akhmad
Perdana Menteri Australia, Julia Gillard (kiri).
Foto: AP
Perdana Menteri Australia, Julia Gillard (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA – Perdana Menteri Australia, Julia Gillard merombak kabinetnya, Senin (12/12). Gillard ingin fokus pada penciptaan lapangan kerja dan hubungan dengan perburuhan. Konsentrasi ini dilakukan Gillard untuk mengembalikan dukungan pemilih jelang pemilihan dalam dua tahun ke depan.

Perubahan kabinet yang dilakukan Gillard termasuk mempromosikan Bill Shorten memimpin kementerian super yang menangani bidang pekerjaan, kesejahteraan dan hubungan industrial, sementara kementerian lain seperti ekonomi, pertahanan dan luar negeri tidak mengalami perombakan.

"Fokus kami akan selalu pada pekerjaan bagi rakyat Australia hari ini dan pekerjaan besok. Itu berarti sekarang kita perlu menjaga perekonomian kita kuat dan memodernisasikannya untuk masa depan," kata Gillard dalam sebuah konferensi pers.

"Saya percaya bahwa dengan kabinet baru, kita akan melihat kombinasi penting antara energi yang baru dengan bakat, serta pemimpin yang bijaksana dalam kabinet. Campuran baru ini akan memberi kita fokus baru dan kekuatan yang kita butuhkan pada 2012 untuk mengejar prioritas pemerintah," lanjutnya.

Gillard, memimpin pemerintahan minoritas pertama di Australia dalam beberapa dekade, mencoba memperluas kementerian untuk menghindari penurunan pangkat yang bisa memperburuk keretakan dengan Menteri Luar Negeri Kevin Rudd. Gillard berhasil mengalahkan Rudd sebagai pemimpin tahun lalu.

Tetapi dukungan kepada Partai Buruh dan Gillard kembali jatuh dalam jajak pendapat yang dilakukan Nielsen di surat kabar Sydney Morning Herald, Senin (12/12). Hasil ini membalikkan keuntungan pemerintah selama akhir tahun ini karena memperkenalkan reformasi, termasuk soal harga karbon.

Perdana Menteri sedang menguatkan diri untuk pertempuran dengan para majikan atas berbagai perubahan aturan tenaga kerja yang diperjuangkan oleh Gillard. Tetapi kelompok pengusaha mengatakan aturan baru telah membuat pekerja terlalu mudah untuk melakukan mogok dan terlalu sulit bagi pengusaha untuk bernegosiasi dengan serikat pekerja.

Marius Kloppers, bos BHP Billiton, perusahaan tambang terbesar dunia, baru-baru ini mengatakan bahwa UU Fair Work yang dibuat Gillard telah memperluas berbagai isu yang dapat diletakkan di atas meja. Sementara perusahaan Rio Tinto bulan ini menuduh pemerintah memiliki agenda "agresif" dalam isu hubungan industrial.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement