Rabu 04 Jan 2012 20:16 WIB

Dukung Iran, Cina Tentang Sanksi Baru AS

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Cina melontarkan tentangan keras terhadap  sanksi-sanksi sepihak terhadap Iran. Sikap itu dikeluarkan setelah Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menandatangani undang-undang tindakan baru yang ditujukan pada bank sentral republik Islam itu.

Tindakan Washington dilakukan setelah AS, Inggris dan Kanada November lalu mengatakan mereka akan memberlakukan sanksi-sanksi tambahan pada Iran dengan alasan Teheran terbukti sedang berusaha membuat senjata-senjata nuklir.

Teheran membantah tuduhan-tuduhan itu dan mengatakan program nuklirnya hanya untuk tujuan-tujuan medis dan pembangkit tenaga listrik. Teman baik Iran, Cina berulang-ulang mengatakan sanksi-sanksi tidak akan menyelesaikan masalah itu.

"Cina menentang menempatkan undang-undang domestik di atas hukum internasional dan memberlakukan sanksi-sanksi sepihak terhadap negara-negara lain," kata juru bicara kementerian luar negeri, Hong Lei, menjawab satu pertanyaan tentang sanksi-sanksi terhadap Iran itu.

Cina dan Teheran menjadi mitra-mitra ekonomi penting dalam tahun-tahun belakangan ini,sebagian karena pengunduran diri perusahaan-perusahaan Barat sesuai dengan sanksi-sanksi terhadap Teheran.

Pada Juli tahun lalu, kedua negara menandatangani sejumlah perjanjian senilai empat miliar dolar AS bagi proyek-proyek dalam sektor-sektor prasarana air, pertambangan,energi dan industri.

Hong mengakui bahwa Cina saling tukar pikiran "yang terbuka dan transparan dalam bidang-bidang ekonomi dan enerji dengan Iran."

"Interaksi-interaksi ini tidak melanggar resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB dan tidak akan mengganggu kepentingan-kepentingan pihak ketiga," katanya. "Karena tu interaksi-interaksi ini seharusnya tidak memiliki dampak."

Sanksi-sanksi baru AS -- yang ditandatangani menjadi undang-undang akhir pekan lalu-- bertujan untuk menekan lebih jauh jauh pendapatan minyak Iran, karena sebagian brsar dari dana-dana itu dikelola oleh bank sentral negara itu.

Berdasarkan tindakan-tindakan itu,perusahaan-perusahaan asing harus memilih antara berbisnis dengan Republik Islam itu atau dengan Amerika Serikat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement