REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV - Tak hanya warga Arab dan kaum Muslim yang menjadi sasaran kaum Yahudi garis keras di Israel. Warga israel dan kaum Yahudi yang berlawanan dengan pemikiran mereka, kini juga menjadi sasaran teror.
Tanya Rosenbilt menjadi buah pemberitaan bulan lalu saat ia menolak untuk memberikan tempat duduknya pada seorang pria ultra Ortodoks dan berpindah ke belakang dalam perjalanannya dari Ashdod ke Jerusalem. Pekan ini, ia mendatangi kepolisian distrik Yarkon untuk meminta perlindungan. Sejak kasusnya menjuat, ia menerima puluhan telepon, email, dan pesan di Facebook yang bernada teror dan ancaman kematian.
Kasus Tanya bermula saat dia tengah menunggu keberangkatan bus, didatangi seorang pria Yahudi ultra Ortodoks yang menyebut sesuai aturan Yahudi, wanita harus duduk di bagian belakang bus. Ia menolak. Pria itu kemudian menahan pintu bus selama 30 menit dengan maksud agar ia segera berpindah.
Suasa bus pun menjadi gaduh. Penumpang lain memprotes keterlambatan pemberangkatan akibat ulah pria ini. Makin tak terkendali, sang sopir memanggil polisi.
Pada polisi, Tanya tetap menyatakan keengganannya berpindah ke belakang. Pria itu kemudian turun dari bus dan perjalanan dilanjutkan.
Pascakejadian itu, Tanya dimintai keterangan oleh tim antar kementerian yang ditugasi perdana menteri untuk memeriksa masalah pengecualian perempuan di Israel, yang dipimpin oleh Menteri Limor Livnat. Dan, bertubi-tubi, ancaman teror kematian datang padanya...