REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) berpeluang besar memenangkan Pemilu untuk memilih majelis rendah di Mesir, Rabu (4/1). Sejumlah warga mesir yang mendukung IM beralasan kelompok Islam ini telah memiliki pengalaman memerintah.
“Saya sudah memilih IM. Mereka memiliki pengalaman dalam menjalankan politik dan saya yakin mereka akan mulai menerapkan reformasi serius," kata seorang pensiunan, Fauzi Muhammad.
Senada dengan Fauzi, Rania (37), salah seorang ibu rumah tangga, mengatakan Partai Keadilan dan Kebebasan (FJP), kendaraan politik IM, akan menciptakan lapangan pekerjaan kepada kaum muda dan lebih banyak membangun apartemen. "Jangan bingung dan mencatat calon yang salah," katanya kepada ibu tua saat mereka berdiri dalam antrean.
Pasca digulingkannya Presiden Hosni Mubarak pada Februari 2011, IM mendapatkan simpati besar dari rakyat Mesir. Hal ini karena IM secara tegas menyatakan perlawanan terhadap mubarak yang dianggap telah mengabaikan nasib rakyat. IM yang tengah berada di atas angin telah menyampaikan permusuhan kepada para sekutu dan pendukung Mubarak.
Pemilu ini bertujuan untuk menyerahkan kekuasaan yang dipegang militer kepada masyarakat sipil. Mulanya kelompok militer yang menggulingkan Mubarak di elu-elukan sebagai pahlawan. Namun seiring waktu, kelompok militer mendapat kecaman lantaran penanganan keras mereka terhadap demonstran, pertengahan November tahun lalu. Akibatnya, sebanyak 59 orang tewas dan krisis ekonomi kian memburuk.
Kemenangan FJP di dua pertiga putaran pemilu memunculkan kekhawatiran Washington. Amerika Serikat takut FJP akan merusak hubungan harmonis Mesir dan dunia Barat serta Israel.
Namun demikian, sejumlah analis percaya, FJP tidak akan berkoalisi dengan partai Islam garis keras, Al-Nour. IM diperkirakan akan lebih memilih berkoalisi dengan partai berhaluan liberal. Bila hal ini benar terjadi, maka kehawatiran Washington bisa sedikit berkurang.
Sementara itu, Ketua FJP, Muhammad Mursi, berjanji akan mengajak semua pihak terlibat dalam rancangan undang-undang baru di parlemen. "Kami tidak akan berjalan sendiri di parlemen. Kami akan mengajak kekuatan politik lain untuk menuliskan konstitusi baru. Kami tidak bisa mengabaikan hak mereka, meskipun tidak mendapat suara mayoritas atau bahkan gagal dalam pemilihan parlemen," kata Mursi.