REPUBLIKA.CO.ID,JERUSALEM-Perundingan antara Palestina-Israel kembali digelar Senin (9/1) kemarin. Namun lagi-lagi untuk kesekian kalinya, perundingan tersebut berujung buntu. Penyebabnya, pembangunan pemukiman 'liar' yang terus dilakukan Israel.
Palestina melalui juru bicaranya, Shaib Uraiqat menyatakan tidak akan melanjutkan perundingan jika Israel terus membangun pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Sekitar 500 ribu warga Israel terus mencaplok wilayah tersebut dan sikap Israel tersebut dinilai sebagai sinyal buruk untuk negosiasi perdamaian.
Sementara Israel, melalui juru bicaranya, Yitzhak Molcho bersikeras negosiasi tanpa syarat dan meminta Palestina untuk tidak membicarakan pembatasan pembangunan pemukiman warga Israel.Dia malah menuding pihak Palestina tidak menghendaki untuk kembali ke meja perundingan damai.
Palestina mengklaim bahwa Tepi Barat dan Yerusalem Timur dicaplok Israel dalam perang Timur Tengah tahun 1967 dan diakui sebagai bagian dari negara mereka. Palestina telah berulang kali menyatakan bahwa daerah perbatasan harusnya didasarkan sebelum perang 1967, sementara Israel menolak hak-hak Palestina tersebut.
Dilansir Reuters, Rabu (11/1), para pejabat Israel menyatakan dokumen baru Palestina merupakan produk daur ulang yang ditentang Israel. Pejabat Israel yang tak disebut namanya itu mengatakan Israel siap untuk berdiskusi secara serius dan substantif. Kuartet Timur Tengah-AS, PBB, Uni Eropa dan Rusia-meminta kedua belah pihak untuk menghasilkan kesepakatan dalam tenggat waktu tiga bulan.
Sebelumnya pada Selasa (10/1), Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan pembicaraan awal memberikan kesempatan penting untuk memulai kembali proses perdamaian. "Kita harus ambil kesempatan ini, karena harapan untuk sukses sangat kecil,"kata Abbas