REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Reformasi yang dilakukan pemerintah Myanmar baru-baru ini rupanya berdampak besar bagi dunia. Salah satu kejutan yang dilancarkan Myanmar adalah tindakan reformis, termasuk dialog dengan pemimpin prodemokrasi Aung San Suu Kyi, yang partainya belum lama ini diizinkan mendaftar kembali sebagai salah satu partai politik di negara yang sebelumnya bernama Burma itu.
Menteri luar negeri Prancis, Ahad (15/1) mengatakan Uni Eropa (EU) menanggapi positif reformasi itu. Alain Juppe adalah diplomat tertinggi Prancis yang pernah mengunjungi negara yang lama dikritik karena masalah hak asasi manusia dan militerisme selama puluhan tahun di sana.
"Seperti halnya dengan masyarakat internasional lainnya, kami melihat dengan seksama ada tanda-tanda positif yang dilakukan Presiden Thein Sein. Kami, Perancis dan EU, menanggapi positif atas langkah-langkah ini," kata Juppe setelah bertemu Suu Kyi, seperti diberitakan AFP dan dikutip Antara, Ahad. Meski demikian, dia tidak menyinggung pencabutan sanksi-sanksi EU terhadap pemerintah Myanmar.
Pada Jumat rezim itu membebaskan sekitar 300 tahanan politk termasuk beberapa pembangkang terkenal, sehari setelah menandatangani gencatan senjata dengan satu kelompok etnik minoritas Karen yang bersenjata. "Kami mengharapkan perkembangan-perkembangan baru ini akan memperkuat proses demokratisasi dan rekonsiliasi nasional," kata Suu Kyi, yang dibebaskan oleh rezim itu, pada November 2010 setelah berembuk dengan Juppe.
Juppe adalah menlu Perancis pertama dalam sejarah mengunjungi negara Asia Tenggara yang memperoleh kemerdekaan dari Inggris tahun 1948 itu. Kunjungannya dilakukan setelah kunjungan-kunjungan Menlu AS Hillary Clinton dan Menlu Inggris Wliilam Hague awal Januari.