REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perubahan yang signifikan dalam pemerintahan Myanmar disambut hangat oleh banyak negara. Angin perubahan itu dianggap membawa hawa segar bagi negara yang dijatuhi sanksi negara Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Jika Myanmar mampu meneruskan reformasi dan perubahan yang baik di negara tersebut, AS menjanjikan memberikan imbalan dari negaranya.
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, akhir pekan lalu menyatakan Washington bertekad bersama Myanmar melakukan perubahan itu. Hillary berbicara kepada Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin dan pemimpin lawan serta peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, Sabtu (14/1). "Menteri luar negeri Amerika Serikat menyambut pengumuman pembebasan ratusan tahanan politik dan gencatan senjata dengan pemberontak suku Karen," katanya juru bicara Departemen Luar Negeri Victoria Nuland seperti diberitakan AFP yang dikutip Antara, Senin (16/1).
Hillary menekankan bahwa AS bertekad mendampingi perubahan dalam pemerintahan Myanmar. Kepada mitranya di Myanmar, Hillary mengatakan bahwa AS siap memperkuat kondisi tersebut, termasuk untuk meningkatakan hubungan kerja sama di berbagai bidang. "Kami akan mencari calon untuk menjabat duta besar untuk mewakili pemerintah AS dan upaya lebih luas memperkuat serta memperdalam hubungan dengan masyarakat dan pemerintah Myanmar," katanya.
Myanmar pada Sabtu menyatakan sekitar 650 narapidana dibebaskan pada hari sebelumnya dalam ampunan paling berarti, lebih dari 300 dari mereka adalah tahanan politik.
Pemerintah Myanmar, yang pada Maret 2011 menggantikan tentara penguasa, mengejutkan pejabat AS dengan gerakan perubahannya.
Hillary mendesak Myanmar mengambil langkah lebih lanjut dengan membebaskan tanpa syarat semua sisa tahanan politik, mengakhiri kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di daerah suku, serta menyatakan keprihatinan tentang hubungan tentaranya dengan Korea Utara, kata Nuland. Hillary juga membahas soal pemilu pada April 2012. Saat itu, partai politik yang dipimpin Aung San Suu Kyi ikut berpartisipasi dalam merebut kursi di parlemen.