REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING-- Cina benar-benar memanfaatkan peluar besar dari rencana Amerika Serikat (AS) dan Eropa memberi sanksi penjualan minyak Iran. Ini terlihat dengan keinginan Cina mengambil kesempatan menawar harga murah terhadap minyak mentah Iran.
"Sanksi terhadap minyak Iran memperkuat Cina menawar harga minyak lebih murah di meja perundingan," kata kepala riset pasar minyak Societe Generale SA di New York, Michael Wittner.
Cina adalah negara nomor dua importir minyak setelah AS.
Mskipun tidak ada konfirmasi harga yang didapat, perusahaan penyulingan Cina mungkin telah memenangkan berbagai kontrak minyak mentah dengan diskon besar dari Iran. "Melihat pembeli dari negara lain yang telah berencana menghentikan atau mengurangi pembelian," katanya dalam laman Business Week, Rabu (18/1).
Pada saat yang sama, AS malah sibuk mengeluarkan biaya besar untuk patroli udara dan laut untuk pengawasan di Selat Hormuz. Selat yang dijadikan perlintasan tanker untuk 20 persen pasokan minyak dunia, atau 17 juta barel minyak mentah per hari.
Mantan Direktur Intelijen Nasional AS, Dennis Blair mengatakan dalam sebuah wawancara. "Ditambah AS harus dibebani biaya kepolisian setempat akan biaya patrolinya," kata Blair.
Menurut Kepala Operasi Angkatan Laut Laksamana Jonathan Greenert dan Kapten Angkatan Laut, Jim Hoke, militer AS melakukan patroli udara 24 jam setiap tiga hari sekali di Selat Hormuz dan Teluk Persia. Dengan 12 jam pemantauan oleh Lockheed Martin Corp, sebuah P-3 pesawat pengintai berawak.